Larangan Medsos Anak Prancis mencuat setelah Presiden Emmanuel Macron kembali menggulirkan wacana pembatasan ketat akses media sosial bagi anak di bawah usia 15 hingga 16 tahun. Gagasan ini muncul di tengah kekhawatiran meningkatnya dampak negatif platform digital terhadap kesehatan mental, perundungan siber, serta paparan konten ekstrem pada remaja. Macron mencontoh langkah Australia yang lebih dulu mengesahkan larangan medsos untuk anak di bawah 16 tahun, lengkap dengan ancaman denda besar bagi perusahaan yang tidak patuh. RUU khusus pun disiapkan untuk mengatur batasan baru.

Di dalam negeri, wacana ini memicu perdebatan antara perlindungan anak, kebebasan berekspresi, dan hak digital generasi muda. Pendukung kebijakan menilai langkah ini penting untuk menekan kecanduan gawai, mengurangi paparan ujaran kebencian, sekaligus membantu orang tua mengendalikan aktivitas online anak. Sebaliknya, pegiat hak asasi dan akademisi mengingatkan potensi pelanggaran privasi melalui verifikasi usia serta risiko anak kehilangan ruang ekspresi dan jejaring sosial yang aman. Perdebatan ini menempatkan Prancis di garis depan negara yang mencari formula regulasi media sosial ramah anak.

Detail Rencana Pembatasan Usia Di Prancis

Di tingkat regulasi, Larangan Medsos Anak Prancis akan dituangkan dalam rancangan undang-undang yang mewajibkan semua platform menerapkan verifikasi usia ketat bagi calon pengguna. Pemerintah berencana menegaskan usia minimum 15 atau 16 tahun untuk memiliki akun, sementara anak di bawah batas tersebut dilarang total mengakses media sosial populer seperti TikTok, Instagram, dan Snapchat. Sejak 2023, Prancis sebenarnya sudah memiliki aturan yang mengharuskan persetujuan orang tua bagi pengguna di bawah 15 tahun, namun implementasinya dinilai lemah karena ketiadaan sistem verifikasi yang benar-benar efektif. RUU baru diharapkan menutup celah ini dengan mendorong penggunaan teknologi age verification yang lebih canggih, sekaligus memberi sanksi tegas bagi perusahaan yang abai.

Diskusi pemerintah juga menyentuh kemungkinan penggunaan kecerdasan buatan dan data biometrik untuk memastikan pengguna benar-benar berada pada rentang usia yang diizinkan. Namun banyak pihak mengingatkan bahwa penerapan Larangan Medsos Anak Prancis tidak boleh mengorbankan perlindungan data pribadi warga, terutama anak dan remaja. Otoritas perlindungan data di Eropa berulang kali menekankan prinsip minimisasi data, sehingga desain teknis verifikasi usia harus transparan, dapat diaudit, dan meminimalkan risiko kebocoran. Karena itu, perumusan aturan teknis akan menjadi tantangan besar bagi pemerintah, regulator, dan perusahaan teknologi yang beroperasi di pasar Prancis. Transparansi proses legislasi pun menjadi sorotan utama publik dan kelompok pemantau hak digital.

Dampak Kebijakan Dan Pelajaran Bagi Negara Lain

Di tingkat regulasi, Larangan Medsos Anak Prancis akan dituangkan dalam rancangan undang-undang yang mewajibkan semua platform menerapkan verifikasi usia ketat bagi calon pengguna. Pemerintah berencana menegaskan usia minimum 15 atau 16 tahun untuk memiliki akun, sementara anak di bawah batas tersebut dilarang total mengakses media sosial populer seperti TikTok, Instagram, dan Snapchat. Sejak 2023, Prancis sebenarnya sudah memiliki aturan yang mengharuskan persetujuan orang tua bagi pengguna di bawah 15 tahun, namun implementasinya dinilai lemah karena ketiadaan sistem verifikasi yang benar-benar efektif. RUU baru diharapkan menutup celah ini dengan mendorong penggunaan teknologi age verification yang lebih canggih, sekaligus memberi sanksi tegas bagi perusahaan yang abai.

Diskusi pemerintah juga menyentuh kemungkinan penggunaan kecerdasan buatan dan data biometrik untuk memastikan pengguna benar-benar berada pada rentang usia yang diizinkan. Namun banyak pihak mengingatkan bahwa penerapan Larangan Medsos Anak Prancis tidak boleh mengorbankan perlindungan data pribadi warga, terutama anak dan remaja. Otoritas perlindungan data di Eropa berulang kali menekankan prinsip minimisasi data, sehingga desain teknis verifikasi usia harus transparan, dapat diaudit, dan meminimalkan risiko kebocoran. Karena itu, perumusan aturan teknis akan menjadi tantangan besar bagi pemerintah, regulator, dan perusahaan teknologi yang beroperasi di pasar Prancis. Transparansi proses legislasi pun menjadi sorotan utama publik dan kelompok pemantau hak digital.

Baca juga : Repenunjukan PM Lecornu Ujian Stabilitas Pemerintahan

Rencana ini dinilai akan berdampak besar tidak hanya bagi jutaan anak dan remaja di Prancis, tetapi juga bagi ekosistem industri digital global. Jika Larangan Medsos Anak Prancis benar-benar diterapkan, perusahaan platform harus menata ulang strategi bisnis, sistem moderasi konten, dan mekanisme onboarding pengguna muda agar tetap mematuhi hukum. Sejumlah analis memprediksi akan terjadi penurunan sementara jumlah pengguna aktif, namun di sisi lain kebijakan ini bisa memperbaiki citra merek di mata orang tua yang khawatir terhadap keselamatan anak. Perubahan ini juga berpotensi mendorong munculnya layanan digital ramah anak yang lebih fokus pada edukasi dan interaksi sehat.

Bagi negara lain, terutama di kawasan Asia termasuk Indonesia, langkah Prancis dan Australia memberikan contoh konkret bagaimana negara dapat mengambil posisi lebih tegas terhadap risiko media sosial bagi anak. Pemerintah bisa memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat literasi digital, merancang aturan jam pakai gawai, dan memperjelas tanggung jawab platform atas konten yang diakses pengguna di bawah umur. Kebijakan apa pun idealnya disusun melalui dialog terbuka antara pemerintah, pakar anak, pelaku industri, serta perwakilan remaja itu sendiri sehingga tidak sekadar bersifat represif. Dengan pendekatan seimbang, setiap negara berpeluang melindungi generasi muda dari dampak buruk dunia maya tanpa mematikan kreativitas, inovasi, dan hak mereka untuk terhubung secara aman di ruang digital.