Agenda Fiskal Prancis menegaskan target defisit 4,7 persen pada 2026, menolak pajak kekayaan, dan mengandalkan efisiensi serta reformasi pajak. Pemerintah baru di Paris memaparkan Agenda Fiskal Prancis dengan garis besar yang tegas: tidak ada kebangkitan pajak kekayaan dan tidak ada pembekuan reformasi pensiun. Perdana Menteri Sébastien Lecornu menjelaskan penyusunan APBN dimulai dari nol, dengan target defisit mencapai 4,7 persen dari PDB pada 2026. Keputusan ini sekaligus menjadi ujian politik pertama kabinet di parlemen tanpa mayoritas.

Dalam konteks tekanan ekonomi, strategi ini menyiratkan kehati-hatian: menjaga iklim investasi tetap ramah, sembari meyakinkan pasar bahwa jalur disiplin fiskal tetap ditempuh. Tantangan datang dari oposisi kiri yang mendorong pengenaan pajak ultra-kaya untuk menutup celah defisit. Popularitas ide itu di kalangan publik menambah kompleksitas negosiasi. Karena itu, Agenda Fiskal Prancis kini berada di persimpangan antara komitmen stabilitas fiskal dan tuntutan keadilan sosial. Pemerintah perlu mengkomunikasikan secara jernih agar tidak kehilangan momentum maupun legitimasi.

Selain aspek teknis, dinamika ini menguji konsolidasi politik kabinet baru. Reformasi fiskal bukan hanya soal angka, melainkan juga simbol arah pemerintahan. Transparansi proses, kejelasan jadwal, serta penyampaian metrik capaian akan menentukan apakah publik percaya pada konsistensi program. Untuk itu, Agenda Fiskal Prancis diposisikan sebagai narasi utama: disiplin tanpa mengekang pertumbuhan, reformasi tanpa mengorbankan pelayanan publik, dan kejelasan tanpa membuka ruang spekulasi.

Strategi Anggaran dan Penolakan Pajak Kekayaan

Pemerintah berencana menurunkan defisit secara bertahap melalui efisiensi belanja, pengetatan pertumbuhan anggaran kesehatan, serta optimalisasi penerimaan non-distorsi. Meski demikian, tidak ada langkah drastis berupa pemangkasan besar-besaran yang berpotensi merugikan layanan publik. Dalam kerangka Agenda Fiskal Prancis, strategi ini bertumpu pada seleksi program prioritas dan perampingan pos-pos belanja yang tidak langsung berdampak pada masyarakat luas.

Penolakan terhadap pajak kekayaan menjadi penanda penting. Meski didukung opini publik, pemerintah menilai penerapan pajak itu berisiko mengganggu arus modal, menurunkan investasi, dan memicu relokasi aset ke luar negeri. Sebagai gantinya, jalur yang dipilih meliputi perbaikan kepatuhan, penghapusan celah pajak, serta reformasi administratif agar penerimaan meningkat tanpa menambah beban baru yang kontroversial. Agar kredibel, pemerintah akan memperkuat transparansi penerimaan melalui laporan reguler yang terbuka bagi publik.

Sementara itu, oposisi menuntut konsesi nyata sebelum mendukung APBN. Jika kompromi tidak tercapai, risiko politik berupa mosi tidak percaya membayangi. Di sinilah Agenda Fiskal Prancis diuji: dapatkah pemerintah merangkul blok oposisi moderat dengan penawaran kebijakan yang cukup seimbang, tanpa mengorbankan komitmen awal yang menolak pajak kekayaan. Hasil perundingan akan menjadi penentu arah stabilitas kabinet dalam beberapa tahun mendatang.

Tantangan Politik, Pasar, dan Persepsi Publik

Ketegangan politik memperbesar risiko negosiasi buntu. Blok kiri mendorong “pajak ultra-kaya” sebagai syarat dukungan, sementara blok tengah menuntut kepastian bahwa kebijakan tidak mengganggu iklim usaha. Dengan dukungan publik terhadap pajak kekayaan mencapai angka mayoritas, pemerintah menghadapi dilema antara kredibilitas pasar dan legitimasi sosial. Dalam kerangka ini, Agenda Fiskal Prancis perlu dirancang tidak hanya sebagai dokumen teknis, tetapi juga narasi keadilan yang dapat diterima semua pihak.

Pasar keuangan turut memberi sinyal waspada. Investor memantau ketat jalur defisit, biaya pinjaman, serta detail kebijakan pajak. Jika rencana terlihat realistis, sentimen positif bisa meredam gejolak. Namun, ketidakpastian atau perubahan mendadak berisiko memicu volatilitas. Untuk menjaga stabilitas, pemerintah berjanji mengumumkan jadwal reformasi secara terperinci, dari efisiensi administrasi hingga optimalisasi pajak konsumsi. Agenda Fiskal Prancis akan menjadi pegangan pasar untuk menilai konsistensi kebijakan.

Bagi publik, keadilan fiskal menjadi tema dominan. Ketika masyarakat mendengar bahwa kelompok ultra-kaya tidak dikenai pajak tambahan, pemerintah wajib memberi penjelasan mengapa opsi tersebut tidak dipilih. Narasi yang menekankan dampak positif efisiensi, penghapusan celah pajak, serta penguatan layanan publik bisa menjaga dukungan. Di titik inilah komunikasi publik lebih penting daripada sekadar angka. Dengan komunikasi yang jernih, Agenda Fiskal Prancis dapat diterima sebagai strategi disiplin fiskal yang tetap memperhatikan dimensi sosial.

Keberhasilan strategi fiskal tidak hanya diukur dari penurunan defisit, tetapi juga dari kepercayaan politik dan sosial. Pemerintah merencanakan perombakan kabinet awal Oktober untuk memperkuat basis dukungan politik. Keputusan ini diharapkan mempercepat pembahasan anggaran sehingga tidak tersendat hingga akhir tahun. Peta jalan meliputi penetapan target defisit tahunan, pengawasan efisiensi oleh lembaga independen, dan publikasi laporan kuartalan untuk menjaga akuntabilitas. Dengan demikian, Agenda Fiskal Prancis tidak hanya berfungsi sebagai janji politik, tetapi juga kontrak sosial yang dapat diuji secara periodik.

Baca juga : PM Lecornu Prancis janji perubahan, skeptisisme publik

Dari segi kebijakan, tiga fokus utama akan menjadi ujian: efisiensi belanja negara, peningkatan kepatuhan pajak, dan perlindungan program sosial. Pemerintah ingin memastikan bahwa pengurangan defisit tidak dilakukan dengan memangkas layanan dasar. Sebaliknya, ruang fiskal dibangun melalui penghapusan pemborosan, perbaikan birokrasi, dan penertiban pajak. Jalur ini memerlukan disiplin administrasi dan sinergi antar-kementerian, sesuatu yang selama ini kerap menjadi tantangan di birokrasi Prancis.

Dalam jangka menengah, keberhasilan Agenda Fiskal Prancis akan diukur melalui tiga indikator: turunnya defisit hingga 4,7 persen PDB pada 2026, terjaganya rating kredit negara, dan meningkatnya kepuasan publik terhadap kualitas layanan. Jika target tercapai, pemerintah dapat melanjutkan agenda reformasi tanpa tekanan besar dari oposisi. Namun bila gagal, risiko krisis politik dan gejolak pasar akan membayangi. Oleh karena itu, konsistensi, komunikasi publik yang transparan, dan pelibatan parlemen sejak awal menjadi faktor penentu. Dengan fondasi tersebut, Agenda Fiskal Prancis berpeluang menjadi model bagaimana disiplin fiskal dijalankan tanpa kehilangan legitimasi sosial dan politik.