
Fenomena French baby bust kini menjadi sorotan besar di Prancis. Istilah ini menggambarkan penurunan drastis keinginan warga Prancis untuk memiliki anak. Data terbaru menunjukkan semakin banyak orang yang memilih childlessness atau hanya ingin sedikit anak, bahkan tidak sama sekali. Tren French baby bust tidak hanya berdampak pada angka kelahiran, tetapi juga menimbulkan kekhawatiran sosial dan ekonomi.
Berdasarkan laporan INED (Institut National d’Études Démographiques) dan ERFI‑2 tahun 2024, rata-rata keinginan jumlah anak turun menjadi sekitar 2,3 anak per keluarga, dibanding 2,7 pada akhir 1990-an. Bahkan di kalangan wanita muda, rata-rata keinginan hanya sekitar 1,9 anak. Angka fertilitas Prancis juga jatuh dari 2,03 anak per wanita pada 2010 menjadi sekitar 1,68 pada 2023. Semua ini semakin mengonfirmasi terjadinya French baby bust.
Table of Contents
1. Faktor Ekonomi Menjadi Penghalang
Salah satu penyebab terbesar French baby bust adalah persoalan ekonomi. Biaya hidup yang tinggi, terutama harga properti di kota besar seperti Paris, membuat banyak pasangan muda enggan memulai keluarga. Harga sewa apartemen yang terus naik serta biaya pendidikan dan perawatan anak menjadi beban finansial yang berat. Banyak yang merasa tidak siap menghadapi semua tanggung jawab ekonomi jika memutuskan memiliki anak, sehingga French baby bust kian meluas.
2. Kekhawatiran Terhadap Masa Depan
Selain masalah ekonomi, kekhawatiran mengenai masa depan menjadi pemicu French baby bust. Isu perubahan iklim, ketidakstabilan politik prancis, serta ancaman resesi ekonomi membuat sebagian warga merasa ragu untuk membawa anak ke dunia yang dinilai semakin tidak pasti. Sebagian besar responden survei INED mengaku rasa cemas mereka terhadap masa depan turut memengaruhi keputusan menunda atau bahkan tidak ingin memiliki anak sama sekali. Karena itu, French baby bust bukan sekadar persoalan individu, melainkan mencerminkan ketidakpastian sosial yang lebih luas.
3. Perubahan Nilai Sosial
Perubahan nilai sosial di kalangan generasi muda Prancis juga memicu French baby bust. Banyak orang kini memprioritaskan kebebasan pribadi, karier, atau keinginan mengejar gaya hidup tertentu ketimbang membangun keluarga besar. Norma gender yang semakin egaliter, di mana pria dan wanita sama-sama mengejar karier, turut membuat banyak pasangan merasa lebih sulit menyeimbangkan kehidupan pribadi dan keluarga. Akibatnya, pilihan untuk tidak punya anak atau cukup satu anak menjadi lebih umum. Fenomena French baby bust pun semakin terlihat di kalangan urban dan berpendidikan tinggi.
Fenomena French baby bust membawa konsekuensi serius bagi masa depan Prancis. Penurunan angka kelahiran berarti populasi usia produktif akan berkurang, sementara beban pensiun dan kesehatan sosial semakin membesar. Pemerintah Prancis mencoba merespons dengan berbagai kebijakan insentif, mulai dari subsidi pengasuhan anak hingga perpanjangan cuti melahirkan. Namun, keberhasilan kebijakan ini masih menjadi tanda tanya besar, sebab penyebab French baby bust tidak hanya bersifat ekonomi, tetapi juga menyangkut nilai sosial yang terus berubah.
Baca juga : Polisi Prancis Gerebek Markas Partai National Rally Terkait Dana Kampanye
Dengan tren baby bust yang belum menunjukkan tanda-tanda melambat, masa depan demografi Prancis kini menjadi salah satu topik penting yang dipantau para ahli dan pengambil kebijakan. Apabila fenomena ini terus berlanjut, dampaknya akan meluas, tidak hanya pada struktur ekonomi, tetapi juga pada stabilitas sosial dan politik negara. Bagi banyak warga Prancis, keputusan untuk memiliki anak kini bukan hanya soal keluarga, melainkan juga mencerminkan kecemasan dan prioritas hidup di era modern.
Banyak pengamat sosial menilai bahwa pola pikir generasi muda saat ini memang sangat berbeda dibandingkan orang tua mereka. Mereka lebih menuntut kebebasan untuk menentukan jalan hidup, termasuk dalam urusan memiliki keluarga. Prioritas terhadap kebahagiaan pribadi, stabilitas mental, serta keinginan menjelajahi dunia menjadi alasan kuat yang sering dikemukakan. Selain itu, muncul pula diskusi soal bagaimana teknologi dan media sosial memengaruhi cara orang memandang masa depan. Banyak anak muda merasa tertekan oleh gambaran hidup “sempurna” yang kerap tampil di layar ponsel, sehingga ragu mengambil keputusan besar seperti membesarkan anak. Semua ini menciptakan dinamika sosial yang semakin kompleks dan menarik untuk diamati.