
Inggris mulai jalankan kesepakatan migran Inggris Prancis “one-in, one-out” untuk mengembalikan migran ilegal dan menerima pengungsi legal. Pemerintah Inggris resmi memulai penerapan kesepakatan migran Inggris Prancis yang dikenal sebagai skema “one-in, one-out” pada awal Agustus 2025. Kebijakan ini memungkinkan Inggris untuk mengembalikan migran yang masuk secara ilegal lewat perahu kecil ke Prancis, sementara menerima jumlah pengungsi legal yang sebanding melalui jalur resmi, terutama mereka yang memiliki hubungan keluarga di Inggris. Langkah ini menjadi bagian dari strategi bersama kedua negara untuk mengendalikan arus migrasi lintas Selat Inggris yang terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir.
Kesepakatan ini diratifikasi kedua negara pada 4 Agustus 2025 dan mulai dijalankan hanya beberapa hari setelah penandatanganan. Menurut rencana, tahap awal akan mengembalikan sekitar 50 migran per minggu. Pemerintah Inggris menegaskan bahwa skema ini adalah upaya untuk menegakkan hukum imigrasi, melindungi perbatasan, dan mengatur proses penerimaan pengungsi secara lebih terkontrol.
Table of Contents
Mekanisme Pelaksanaan Kesepakatan
Dalam pelaksanaan kesepakatan migran Inggris Prancis, migran yang tiba di pantai Inggris melalui jalur ilegal akan segera ditahan di pusat penahanan imigrasi. Setelah itu, pihak Inggris wajib merujuk kasus mereka ke otoritas Prancis dalam waktu maksimal tiga hari. Prancis kemudian memiliki waktu hingga 14 hari untuk memberikan tanggapan apakah mereka siap menerima kembali para migran tersebut.
Sebagai imbalannya kesepakatan migran Inggris Prancis, Inggris akan menerima jumlah pengungsi legal yang sama banyak dengan migran ilegal yang dikembalikan. Pengungsi yang diizinkan masuk umumnya adalah mereka yang memenuhi kriteria perlindungan internasional dan memiliki ikatan keluarga dekat di Inggris. Mekanisme ini diharapkan dapat mengurangi insentif bagi migran untuk menempuh jalur berbahaya melalui perahu kecil, sekaligus membuka pintu masuk legal yang lebih aman dan terstruktur.
Pemerintah Inggris juga berjanji menanggung seluruh biaya transportasi dan logistik pengembalian migran ke Prancis. Proses ini dilakukan di bawah pengawasan petugas keamanan dan lembaga migrasi untuk memastikan kepatuhan pada standar hak asasi manusia yang berlaku. Meskipun fokus utama adalah menekan migrasi ilegal, skema ini tetap memberikan jalan bagi mereka yang benar-benar membutuhkan perlindungan untuk mendapat akses masuk secara resmi.
Reaksi dan Tantangan yang Dihadapi
Penerapan kesepakatan migran Inggris Prancis memunculkan beragam reaksi. Di Inggris, kebijakan ini didukung oleh kelompok yang menuntut pengetatan perbatasan dan penegakan hukum imigrasi. Survei publik terbaru menunjukkan mayoritas warga mendukung langkah tegas terhadap migrasi ilegal, terutama melalui jalur laut yang rawan kecelakaan. Pemerintah berharap kebijakan ini akan menurunkan jumlah kedatangan migran ilegal secara signifikan dalam jangka panjang.
Namun, kritik juga muncul dari berbagai pihak. Beberapa organisasi hak asasi manusia memperingatkan bahwa skema ini berpotensi melanggar hak pencari suaka jika proses penilaian klaim mereka tidak dilakukan secara menyeluruh. Selain itu, kapasitas penampungan di Prancis menjadi perhatian, mengingat negara tersebut juga menghadapi tekanan dari arus migran yang masuk melalui jalur lain di Eropa.
Skala implementasi juga dipertanyakan. Target awal pengembalian 50 orang per minggu dinilai terlalu kecil dibandingkan jumlah kedatangan yang telah melebihi 25.000 migran sejak awal tahun. Beberapa pengamat menilai kebijakan ini hanya akan memberikan dampak terbatas jika tidak disertai peningkatan kapasitas penegakan hukum dan penanganan migrasi secara lebih menyeluruh di tingkat regional.
kesepakatan migran Inggris Prancis, sebagian media dan politisi mempertanyakan manfaat dari kesepakatan ini bagi negara mereka. Ada kekhawatiran bahwa Prancis akan menanggung beban lebih besar dalam hal penampungan, meskipun Inggris berkomitmen membantu pendanaan logistik. Sebaliknya, pihak pendukung kebijakan menilai kesepakatan ini dapat memperkuat kerja sama bilateral dan menunjukkan keseriusan kedua negara dalam menghadapi tantangan migrasi global.
Dampak Potensial bagi Kebijakan Migrasi Eropa
Jika berhasil dijalankan, kesepakatan migran Inggris Prancis berpotensi menjadi model kerja sama migrasi antara negara tetangga di Eropa. Pendekatan “one-in, one-out” menawarkan keseimbangan antara penegakan hukum terhadap migrasi ilegal dan pemberian akses legal bagi mereka yang memenuhi syarat. Konsep ini sejalan dengan upaya Uni Eropa untuk mendorong jalur migrasi yang aman dan teratur, serta mengurangi ketergantungan pada rute penyelundupan berisiko tinggi.
Namun, keberhasilan kebijakan ini bergantung pada konsistensi implementasi dan kemauan politik kedua negara. Tanpa koordinasi yang efektif, potensi terjadinya kebuntuan administratif atau penumpukan kasus migran dapat menghambat tujuan awal kebijakan. Pengawasan publik dan transparansi dalam pelaksanaan juga penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat.
Baca juga : Skandal Human Trafficking Champagne di Prancis Terungkap
Ke depan, para analis memprediksi bahwa kerja sama semacam ini akan menjadi tren baru di kawasan, terutama jika negara-negara lain menghadapi tantangan migrasi serupa. Inggris dan Prancis diharapkan dapat memberikan laporan berkala mengenai dampak kebijakan ini, baik dari sisi jumlah migran yang berhasil dikembalikan maupun pengungsi legal yang diterima.
Bagi para pencari suaka, kebijakan ini menjadi sinyal bahwa jalur ilegal semakin sulit ditembus, sementara jalur legal mendapatkan prioritas lebih tinggi. Hal ini diharapkan dapat mengubah pola migrasi dan mengurangi jumlah korban jiwa di jalur laut yang berbahaya. Inggris mulai jalankan kesepakatan migran Inggris Prancis “one-in, one-out” untuk mengembalikan migran ilegal dan menerima pengungsi legal.