Fenomena Anak Tunawisma di Prancis kini menjadi perhatian serius setelah laporan UNICEF mengungkapkan bahwa lebih dari 2.000 anak harus tidur di jalanan. Dari jumlah tersebut, ratusan di antaranya masih berusia di bawah tiga tahun. Kondisi ini bukan hanya mencerminkan kegagalan kebijakan sosial, tetapi juga memperlihatkan jurang ketidaksetaraan yang semakin dalam di negara yang dikenal sebagai salah satu pusat peradaban Eropa.

Menurut laporan terbaru, jumlah anak tunawisma di negara itu mengalami kenaikan signifikan dalam dua tahun terakhir. Dibandingkan 2022, angka tersebut melonjak hingga 30 persen, menandakan bahwa krisis ini bukan hanya bersifat sementara, melainkan terus berkembang. UNICEF menegaskan bahwa masalah utama bukan terletak pada ketiadaan sumber daya, melainkan kurangnya kemauan politik untuk menyelesaikan persoalan yang jelas-jelas melanggar hak dasar anak. Dengan demikian, krisis Anak Tunawisma di Prancis kini dianggap sebagai tragedi kemanusiaan yang menuntut tindakan segera dari pemerintah dan masyarakat internasional.

Laporan UNICEF dan Dampak Sosial

Dalam laporannya, UNICEF bersama Federation of Solidarity Actors (FAS) serta Collective of Associations for Housing (CAL) menyebut bahwa terdapat 2.159 Anak Tunawisma di Prancis per Agustus 2025. Yang mengejutkan, 503 di antaranya masih berusia balita, menunjukkan bahwa kelompok paling rentan menjadi korban langsung dari krisis ini. Lonjakan ini juga sejalan dengan peningkatan jumlah tunawisma secara keseluruhan di Prancis, yang kini diperkirakan mencapai 300 ribu orang.

Dampak sosial dari fenomena ini sangat luas. Anak-anak yang hidup di jalanan menghadapi risiko kesehatan yang serius akibat paparan cuaca ekstrem, kekurangan gizi, hingga potensi kekerasan. Selain itu, akses mereka terhadap pendidikan sangat terbatas karena ketiadaan tempat tinggal tetap. Hal ini menciptakan lingkaran setan kemiskinan yang sulit diputus, di mana anak-anak yang kehilangan kesempatan pendidikan berisiko menjadi generasi dewasa tanpa keterampilan yang memadai. Dengan kata lain, krisis Anak Tunawisma di Prancis tidak hanya menghancurkan kehidupan individu, tetapi juga masa depan bangsa.

Laporan tersebut menekankan bahwa setiap anak berhak mendapatkan perlindungan, tempat tinggal yang layak, dan akses pendidikan. Namun, realitas di lapangan menunjukkan sebaliknya. Banyak keluarga terpaksa hidup di penampungan darurat yang penuh sesak, sementara sebagian lainnya tidak mendapat tempat sama sekali. UNICEF menilai bahwa situasi ini sudah mencapai titik yang tidak bisa ditoleransi lagi.

Tantangan Kebijakan dan Respons Pemerintah

Pemerintah Prancis sebenarnya telah meluncurkan berbagai program perumahan sosial untuk mengatasi masalah tunawisma. Namun, upaya tersebut masih jauh dari cukup. Banyak aktivis menilai bahwa birokrasi yang rumit serta keterbatasan alokasi anggaran menjadi hambatan besar. Selain itu, meningkatnya harga properti di kota-kota besar membuat semakin banyak keluarga jatuh ke dalam jurang kemiskinan. Hal ini menjelaskan mengapa jumlah Anak Tunawisma di Prancis terus bertambah meski berbagai program sudah dijalankan.

Selain kendala teknis, faktor politik juga sangat memengaruhi lambatnya respons. Menurut Presiden UNICEF France, Adeline Hazan, pemerintah sebenarnya memiliki sumber daya dan keahlian untuk menyelesaikan masalah ini, tetapi kurangnya kemauan politik membuat situasi semakin memburuk. Kritik serupa datang dari lembaga swadaya masyarakat yang menilai pemerintah lebih fokus pada isu geopolitik dibanding masalah domestik yang langsung berdampak pada rakyat kecil.

Pihak oposisi di parlemen juga memanfaatkan isu ini untuk menekan pemerintah agar lebih serius dalam menangani krisis sosial. Mereka menuntut agar kebijakan perumahan darurat diperluas, termasuk dengan menyediakan lebih banyak tempat penampungan sementara dan memberikan subsidi sewa bagi keluarga miskin. Namun, hingga kini langkah-langkah konkret masih belum terlihat signifikan. Dengan kondisi demikian, krisis Anak Tunawisma di Prancis diperkirakan akan terus berlanjut jika tidak ada perubahan drastis dalam kebijakan publik.

Para pakar kebijakan publik menekankan bahwa penyelesaian masalah Anak Tunawisma di Prancis tidak bisa hanya bergantung pada penambahan penampungan darurat. Diperlukan solusi jangka panjang yang melibatkan reformasi sistem perumahan, kebijakan sosial, serta dukungan internasional. Salah satu langkah yang direkomendasikan adalah pembangunan lebih banyak rumah sosial dengan harga terjangkau di wilayah urban. Hal ini penting untuk mencegah keluarga berpenghasilan rendah terusir dari pusat kota akibat lonjakan harga properti.

Baca juga : Warga Paris Tolak Disneyfication Montmartre

Selain itu, perlu ada integrasi kebijakan lintas sektor yang menggabungkan program perumahan, pendidikan, dan kesehatan. Anak-anak yang mengalami tunawisma membutuhkan dukungan komprehensif, mulai dari akses sekolah, layanan medis, hingga perlindungan psikososial. Tanpa pendekatan menyeluruh, masalah ini hanya akan berulang. Dalam jangka panjang, reformasi struktural diperlukan agar generasi mendatang tidak lagi menghadapi risiko serupa.

Komunitas internasional juga diharapkan turut memberi tekanan moral dan dukungan teknis bagi Prancis untuk mengatasi masalah ini. Sebagai salah satu negara maju, Prancis memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan bahwa anak-anaknya tumbuh dalam lingkungan yang layak. Krisis Anak Tunawisma di Prancis seharusnya menjadi momentum bagi dunia untuk kembali menegaskan pentingnya hak anak dan solidaritas global. Dengan langkah bersama, krisis ini dapat diatasi, dan anak-anak yang kini tidur di jalanan bisa mendapatkan masa depan yang lebih cerah.