
krisis politik Perancis kembali mencapai puncaknya saat Perdana Menteri François Bayrou menghadapi mosi tidak percaya dari parlemen. Pemicu utamanya adalah kebijakan anggaran austeritas senilai 44 miliar euro yang menimbulkan kontroversi. Pemangkasan pensiun, penghapusan hari libur nasional, dan pengurangan layanan publik membuat parlemen kian sulit dikendalikan.
Situasi ini memperlihatkan kelemahan koalisi minoritas yang dibentuk Bayrou sejak akhir 2024. Parlemen terbelah ke dalam tiga blok besar: sayap kiri New Popular Front, aliansi tengah Ensemble, dan sayap kanan National Rally. Dengan tidak ada mayoritas absolut, pemerintah terus-menerus kesulitan meloloskan kebijakan. Krisis ini semakin diperburuk oleh gelombang demonstrasi publik yang menolak pemotongan layanan sosial.
Presiden Emmanuel Macron dikabarkan tengah mempertimbangkan langkah besar, termasuk merombak kabinet atau bahkan menunjuk perdana menteri dari oposisi untuk menciptakan cohabitation. Jika gagal, bukan tidak mungkin krisis politik Perancis berujung pada pembubaran parlemen dan pemilu dini yang bisa menguntungkan kelompok ekstrem kanan.
Table of Contents
Akar Masalah dan Dinamika Politik
krisis politik Perancis saat ini tidak muncul tiba-tiba. Pemilu legislatif 2024 melahirkan parlemen tergantung (hung parliament), membuat partai-partai sulit membentuk mayoritas stabil. François Bayrou dipilih sebagai kompromi untuk memimpin pemerintahan minoritas dengan dukungan tipis, namun keputusan-keputusan yang tidak populer membuat posisinya terus tergerus.
Kebijakan anggaran terbaru memperburuk situasi. Pemangkasan pensiun dianggap sebagai ancaman terhadap kesejahteraan lansia, sementara penghapusan hari libur dipandang sebagai langkah simbolik yang merusak identitas nasional. Akibatnya, baik oposisi kiri maupun kanan menemukan momentum untuk bersatu menentang pemerintah. Inilah yang menjadikan krisis politik Perancis sangat rawan, karena hampir tidak ada ruang kompromi di parlemen.
Sementara itu, rating kepercayaan publik terhadap Bayrou merosot tajam. Survei menunjukkan hanya sekitar 15 persen warga yang percaya pemerintah mampu mengatasi krisis. Keadaan ini memunculkan analogi bahwa politik Perancis kini mirip dengan Italia—sering berganti pemerintahan dalam waktu singkat. Bagi investor, ketidakpastian ini menjadi sinyal negatif yang berpotensi mengganggu stabilitas ekonomi.
Protes Rakyat dan Tekanan Jalanan
Di luar parlemen, krisis politik Perancis ditandai dengan meningkatnya aksi protes. Gerakan sipil yang menamakan diri “Les Essentiels” merencanakan demonstrasi besar bertajuk Bloquons Tout (“Mari Blokir Segalanya”) pada 10 September 2025. Tujuan mereka adalah melumpuhkan aktivitas ekonomi sebagai bentuk perlawanan terhadap elit politik.
Demonstrasi ini mendapat simpati luas, terutama dari kalangan muda dan pekerja yang merasa kebijakan Bayrou semakin menekan ekonomi rakyat. Isu harga tinggi, stagnasi upah, dan kenaikan pajak membuat masyarakat semakin resah. Tidak heran jika krisis politik Perancis kini bukan hanya soal elite, tetapi juga refleksi kemarahan publik terhadap sistem politik yang dianggap gagal mewakili kepentingan rakyat.
Media internasional menyoroti bahwa demonstrasi ini berpotensi menjadi titik balik. Jika jumlah peserta membludak, tekanan terhadap pemerintah akan semakin besar. Pada saat yang sama, popularitas partai sayap kanan National Rally kian menguat, menempatkan Marine Le Pen sebagai pihak yang paling diuntungkan dari ketidakstabilan politik ini.
Konsekuensi krisis politik Perancis bisa sangat luas. Jika Bayrou jatuh akibat mosi tidak percaya, Macron harus membuat keputusan sulit: menunjuk perdana menteri baru dari blok oposisi atau membubarkan parlemen untuk pemilu baru. Kedua opsi sama-sama berisiko. Penunjukan PM oposisi berarti Macron harus hidup dalam kondisi cohabitation yang jarang terjadi, sementara pemilu dini bisa membuka jalan bagi kemenangan sayap kanan.
Dari perspektif ekonomi, krisis ini memperburuk kepercayaan pasar. Rasio utang terhadap PDB yang sudah mendekati 114 persen membuat lembaga pemeringkat mempertimbangkan penurunan peringkat kredit. Jika itu terjadi, biaya pinjaman negara akan melonjak, memperparah kondisi fiskal.
Baca juga : Krisis Politik Prancis Mengguncang Pemerintahan Bayrou
Lebih jauh, krisis politik Perancis menyingkap masalah struktural demokrasi di negara tersebut. Polarisasi politik, menurunnya kepercayaan publik, dan kebangkitan ekstrem kanan adalah tantangan yang bisa membentuk wajah baru politik Eropa. Apabila tidak segera diatasi, Perancis bisa kehilangan stabilitas yang selama ini menjadi fondasi kekuatan Uni Eropa.
Masa depan krisis ini akan ditentukan dalam beberapa pekan ke depan. Mosi tidak percaya pada Bayrou akan menjadi ujian pertama. Jika gagal bertahan, Perancis akan memasuki babak baru yang bisa mengubah peta politik tidak hanya di Paris, tetapi juga di Brussel dan seluruh Eropa. Dalam kondisi penuh ketidakpastian ini, satu hal jelas: krisis politik Perancis adalah cerminan pergulatan demokrasi modern di tengah tekanan sosial, ekonomi, dan geopolitik global.