
Pertemuan Merz dan Macron di Berlin fokus pada keamanan NATO dan isu dagang AS–Uni Eropa. Kedua pemimpin dorong otonomi strategis kawasan. Pertemuan antara Merz dan Macron pada 23 Juli 2025 di Berlin menjadi sorotan penting dalam peta geopolitik Eropa. Kanselir Jerman Friedrich Merz dan Presiden Prancis Emmanuel Macron sepakat memperkuat kolaborasi strategis antara kedua negara, khususnya terkait pertahanan NATO dan ancaman perang dagang dengan Amerika Serikat. Dialog ini menunjukkan konsolidasi kekuatan politik Eropa dalam menjawab tekanan eksternal yang semakin kompleks.
Kedua pemimpin memusatkan pembahasan pada dua aspek utama: pertama, perlunya menghadapi kemungkinan tarif tinggi dari Amerika Serikat terhadap produk Eropa seperti mobil dan baja; kedua, koordinasi dalam proyek pertahanan bersama seperti jet tempur masa depan FCAS. Dengan lanskap global yang tidak menentu, Merz dan Macron melihat pentingnya memperkuat posisi tawar Uni Eropa di panggung internasional.
NATO dan Tantangan Otonomi Strategis Eropa
Table of Contents
Dalam sesi tertutup di Berlin, Merz dan Macron membahas arah baru untuk pertahanan Eropa dalam konteks NATO. Merz menegaskan komitmen Jerman terhadap aliansi, sembari mendorong peningkatan anggaran militer hingga melampaui ambang batas 2% dari PDB. Macron, di sisi lain, menyampaikan pentingnya “otonomi strategis” agar Eropa tidak sepenuhnya bergantung pada proteksi militer Amerika.
Topik hangat lainnya adalah proyek jet tempur generasi baru FCAS (Future Combat Air System), kerja sama Prancis-Jerman senilai lebih dari €100 miliar. Merz dan Macron sepakat bahwa penyelesaian teknis dan finansial atas proyek ini harus rampung sebelum akhir Agustus 2025. FCAS bukan hanya proyek industri, tetapi simbol kohesi Eropa di sektor pertahanan dan teknologi.
Sumber diplomatik menyebut bahwa pembagian tanggung jawab antara Dassault Aviation dan Airbus Defence menjadi salah satu tantangan utama. Jika tidak ada konsensus, proyek dapat mandek, yang akan merugikan posisi Eropa secara global.
Ancaman Tarif AS dan Respons Dagang UE
Isu perdagangan juga menjadi fokus utama Merz dan Macron. Keduanya menanggapi rencana pemerintahan AS untuk memberlakukan tarif tambahan hingga 30% terhadap produk ekspor utama dari Uni Eropa. Sektor otomotif Jerman dan teknologi Prancis menjadi target utama kebijakan proteksionis tersebut.
Merz menyarankan pendekatan kompromi, yaitu penerapan tarif tetap sebesar 15% untuk menjaga stabilitas perdagangan. Macron menegaskan bahwa Uni Eropa siap menerapkan tindakan balasan jika AS tetap melanjutkan kebijakan sepihak. Rencana UE adalah mengaktifkan mekanisme Anti-Coercion Instrument dan menyiapkan tarif balasan senilai €93 miliar jika negosiasi gagal.
Langkah ini dianggap sebagai sinyal kuat bahwa Eropa tak lagi bersikap pasif dalam urusan dagang global. Kolaborasi antara Merz dan Macron dalam hal ini menunjukkan arah baru: diplomasi aktif yang diiringi ketegasan ekonomi.
Merz dan Macron juga membahas pentingnya mempererat hubungan lintas-Atlantik secara adil. Keduanya mendukung kelanjutan dialog dagang dengan pemerintahan AS, namun menekankan bahwa hubungan ekonomi harus didasari pada prinsip kesetaraan dan saling menguntungkan. Dalam pernyataan bersama, mereka menyebut Eropa “tidak akan tunduk pada tekanan tarif semena-mena.”
Pertemuan ini berlangsung di tengah meningkatnya kekhawatiran akan melemahnya pengaruh Amerika di kawasan Eropa dan bangkitnya tekanan geopolitik dari Rusia dan Asia. Dengan mengambil inisiatif, Merz dan Macron berupaya memposisikan Eropa sebagai blok yang lebih mandiri dan siap mengambil keputusan sendiri dalam menghadapi tantangan global.
Baca juga : Starmer-Macron Sepakat Koordinasi Nuklir Northwood Declaration
Pertemuan Merz dan Macron menjadi momentum penting dalam membentuk arah baru kebijakan luar negeri dan keamanan Uni Eropa. Dalam diskusi strategis ini, mereka menegaskan pentingnya kemandirian Eropa dalam hal militer dan ketegasan dalam isu dagang. Dengan ancaman tarif dari Amerika Serikat dan proyek jet tempur FCAS di ujung negosiasi, keduanya membawa semangat integrasi dan solidaritas yang dapat menjadi pondasi kebangkitan geopolitik Eropa di masa mendatang.
Jika perjanjian pertahanan dan dagang berhasil dirumuskan dengan jelas, kolaborasi Merz dan Macron akan dikenang sebagai poros utama dalam membentuk ulang peran Uni Eropa di tengah dunia yang semakin multipolar.