
Mantan Presiden Prancis, Nicolas Sarkozy, kembali menjadi pusat perhatian setelah pemerintah Prancis secara resmi mencabut gelar kehormatan tertinggi negara, Legion of Honour. Keputusan ini diambil setelah dua vonis kasus korupsi yang menjerat dirinya berkekuatan hukum tetap.
Table of Contents
Pencabutan penghargaan prestisius tersebut menandai titik terendah dalam perjalanan politik Sarkozy yang sebelumnya sempat menjabat sebagai Presiden Prancis periode 2007-2012.
Kasus Korupsi yang Menyeret Nicolas Sarkozy
Kasus hukum yang membelit Nicolas Sarkozy sudah berjalan cukup panjang. Pada Maret 2021, pengadilan memutuskan Sarkozy bersalah atas tuduhan korupsi dan pengaruh terhadap seorang hakim. Ia divonis tiga tahun penjara, dengan dua tahun masa percobaan.
Tidak berhenti di situ, pada 2024, pengadilan banding kembali menjatuhkan vonis bersalah terhadap Sarkozy dalam kasus pendanaan ilegal kampanye pemilihan presiden 2012. Dalam kasus ini, Sarkozy didakwa menerima dana kampanye melebihi batas legal yang diizinkan undang-undang Prancis.
Dua vonis besar inilah yang akhirnya menjadi dasar hukum pencabutan gelar Legion of Honour dari dirinya.
Legion of Honour: Penghargaan Tertinggi Prancis
LĂ©gion dâhonneur adalah penghargaan sipil tertinggi yang diberikan pemerintah Prancis kepada individu yang dianggap berjasa besar untuk negara. Biasanya, para penerima penghargaan ini terdiri dari tokoh politik, militer, ilmuwan, seniman, hingga pemimpin dunia.
Sebagai mantan presiden, Nicolas Sarkozy otomatis menerima penghargaan ini saat menjabat. Namun, sesuai aturan, apabila penerima penghargaan terbukti melakukan kejahatan serius seperti korupsi atau pengkhianatan negara, maka gelar tersebut dapat dicabut.
Keputusan Resmi Pemerintah Prancis
Pihak ĂlysĂ©e Palace secara resmi mengumumkan pencabutan gelar kehormatan Sarkozy pada 15 Juni 2025. Keputusan ini diambil setelah pengadilan kasasiâpengadilan tertinggi di Prancisâmenolak banding Sarkozy dan menguatkan dua vonis korupsinya.
Presiden Emmanuel Macron, meski sempat menyatakan keprihatinan pribadi, menyatakan bahwa hukum harus ditegakkan secara adil tanpa terkecuali. Maka, setelah semua upaya hukum domestik habis, pencabutan penghargaan dijalankan sesuai prosedur resmi.
Preseden Penting dalam Sejarah Prancis
Kasus pencabutan Legion of Honour terhadap Nicolas Sarkozy menjadi preseden langka dalam sejarah modern Prancis. Sebelumnya, satu-satunya pemimpin Prancis yang kehilangan gelar ini adalah Philippe Pétain, yang dihukum karena kolaborasi dengan Nazi selama Perang Dunia II.
Artinya, keputusan terhadap Sarkozy menegaskan bahwa aturan hukum berlaku bahkan bagi mantan kepala negara sekalipun.
Dampak Politik Terhadap Karir Sarkozy
Bagi sebagian besar publik Prancis, kasus yang menimpa Nicolas Sarkozy menjadi pengingat penting bahwa kebijakan antikorupsi di negara tersebut diterapkan secara serius. Meski tetap memiliki pendukung setia di Partai Republik (Les Républicains), peluang Sarkozy untuk kembali berkiprah dalam politik praktis kini tertutup sepenuhnya.
Beberapa pengamat menilai bahwa vonis-vonis ini turut mempercepat transformasi internal dalam tubuh partai konservatif Prancis, yang kini berusaha menjauh dari bayang-bayang era Sarkozy.
Proses Hukum Masih Berlanjut di Tingkat Internasional
Meski semua upaya hukum domestik sudah habis, pengacara Nicolas Sarkozy masih mengajukan upaya banding ke Mahkamah Hak Asasi Manusia Eropa (ECHR). Mereka berargumen bahwa hak-hak Sarkozy selama proses hukum diabaikan dan mengajukan permohonan peninjauan.
Namun, peluang banding di tingkat Eropa biasanya membutuhkan waktu panjang serta tidak mengubah status hukuman secara nasional kecuali jika ditemukan pelanggaran serius dalam proses pengadilan sebelumnya.
Tanggapan Publik dan Internasional
Pencabutan Legion of Honour terhadap Nicolas Sarkozy mendapat berbagai reaksi. Sebagian publik Prancis memandang langkah ini sebagai sinyal kuat bahwa semua orang, termasuk mantan presiden, harus tunduk pada hukum.
Di tingkat internasional, media asing banyak menyoroti komitmen sistem hukum Prancis dalam memberlakukan prinsip equal before the law. Hal ini mempertegas citra sistem peradilan Prancis sebagai independen dan berani menindak siapapun yang terbukti bersalah.
Kasus Nicolas Sarkozy menjadi contoh bagaimana perjalanan karir politik yang gemilang bisa runtuh akibat kesalahan hukum. Dari seorang presiden yang pernah memimpin Prancis di tengah krisis ekonomi Eropa, kini harus menerima kenyataan pahit kehilangan penghargaan tertinggi negaranya.
Lebih dari sekadar pencabutan gelar, peristiwa ini mengirimkan pesan bahwa dalam sistem demokrasi yang sehat, supremasi hukum tetap menjadi pilar utama, tanpa pandang bulu siapa yang melanggar.
Baca Juga:
Langkah Berani Prancis: Wajibkan Filter AI Konten Deepfake 2027