
Pajak Wisata Kapal Pesiar menjadi kebijakan terbaru yang akan diberlakukan pemerintah Prancis mulai tahun 2026. Setiap penumpang kapal pesiar yang bersandar di pelabuhan Prancis akan dikenai pungutan sebesar 15 euro atau sekitar Rp290 ribu per kunjungan. Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya Prancis mengendalikan dampak lingkungan dan sosial yang ditimbulkan oleh industri pelayaran wisata yang terus meningkat setiap tahun.
Pemerintah menilai, kapal pesiar berkontribusi besar terhadap emisi karbon, pencemaran laut, dan tekanan pada destinasi wisata yang sudah padat. Karena itu, Pajak Wisata Kapal Pesiar diharapkan mampu mengurangi volume kunjungan kapal besar, sekaligus memberikan pendapatan tambahan untuk pemeliharaan kawasan pesisir. Beberapa kota seperti Cannes dan Nice bahkan telah lebih dulu menerapkan pembatasan kunjungan sebagai bentuk mitigasi awal terhadap polusi udara dan laut.
Table of Contents
Tujuan Kebijakan dan Dampak Ekonomi
Rencana penerapan Pajak Wisata Kapal Pesiar ini bukan hanya soal pengendalian lingkungan, tetapi juga langkah politik untuk menegaskan posisi Prancis dalam transisi hijau Eropa. Pemerintah ingin menunjukkan keseriusan dalam mewujudkan pariwisata berkelanjutan, yang tidak hanya mengandalkan kunjungan massal tetapi juga memperhatikan keseimbangan ekosistem.
Menteri Lingkungan Prancis menyebut, pendapatan dari pajak tersebut akan dialokasikan untuk proyek konservasi pesisir, perbaikan infrastruktur pelabuhan, dan pengembangan energi bersih di sektor transportasi laut. Selain itu, kebijakan ini diharapkan dapat menciptakan kesadaran baru di kalangan wisatawan bahwa pengalaman berwisata juga memiliki tanggung jawab sosial dan ekologis. Pajak Wisata Kapal Pesiar akan menjadi model baru pembiayaan ramah lingkungan yang dapat diadopsi negara lain di Eropa.
Meski demikian, kalangan industri pariwisata menilai kebijakan tersebut berpotensi menurunkan minat operator kapal pesiar untuk singgah di Prancis. Beberapa pelaku usaha mengkhawatirkan dampaknya terhadap ekonomi lokal, terutama di kota-kota pelabuhan yang bergantung pada arus turis kapal pesiar. Namun, pemerintah yakin efek jangka panjangnya akan lebih positif karena kualitas wisatawan yang datang akan lebih tinggi dan berdampak langsung pada ekonomi lokal.
Perbandingan dengan Negara Eropa Lain
Kebijakan Pajak Wisata Kapal Pesiar di Prancis sejalan dengan tren baru di Eropa. Beberapa negara telah mengambil langkah serupa untuk membatasi overtourism dan polusi akibat aktivitas pelayaran besar. Yunani, Norwegia, dan Belanda misalnya, telah memberlakukan pajak tambahan untuk setiap penumpang kapal pesiar yang memasuki wilayah mereka. Kota Amsterdam bahkan membatasi jumlah kapal pesiar yang boleh berlabuh setiap tahun demi menjaga kualitas udara dan kenyamanan penduduk lokal.
Langkah Prancis dipandang sebagai sinyal kuat bahwa negara-negara maju mulai berani menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan ekologi. Dengan meningkatnya kesadaran publik terhadap isu lingkungan, Pajak Wisata Kapal Pesiar dapat memperkuat citra Prancis sebagai pelopor kebijakan hijau di Eropa Barat. Ke depan, pemerintah juga berencana menerapkan standar emisi lebih ketat bagi kapal-kapal yang beroperasi di pelabuhan nasional.
Jika kebijakan ini berhasil, bukan tidak mungkin model serupa akan diterapkan di kawasan wisata lain dunia, termasuk Asia Tenggara yang juga menghadapi tekanan dari lonjakan wisata laut. Indonesia, misalnya, dapat mempelajari pendekatan ini untuk mengelola wisata kapal pesiar di Bali atau Labuan Bajo agar lebih berkelanjutan. Pajak Wisata Kapal Pesiar tidak hanya menciptakan keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan, tetapi juga menjadi contoh bahwa industri pariwisata modern harus bertanggung jawab terhadap masa depan bumi.
Baca juga : Peringatan Keamanan Mali Diumumkan Pemerintah Prancis
Langkah Prancis dipandang sebagai sinyal kuat bahwa negara-negara maju mulai berani menyeimbangkan kepentingan ekonomi dan ekologi. Dengan meningkatnya kesadaran publik terhadap isu lingkungan, Pajak Wisata Kapal Pesiar dapat memperkuat citra Prancis sebagai pelopor kebijakan hijau di Eropa Barat. Ke depan, pemerintah juga berencana menerapkan standar emisi lebih ketat bagi kapal-kapal yang beroperasi di pelabuhan nasional.
Jika kebijakan ini berhasil, bukan tidak mungkin model serupa akan diterapkan di kawasan wisata lain dunia, termasuk Asia Tenggara yang juga menghadapi tekanan dari lonjakan wisata laut. Indonesia, misalnya, dapat mempelajari pendekatan ini untuk mengelola wisata kapal pesiar di Bali atau Labuan Bajo agar lebih berkelanjutan. Pajak Wisata Kapal Pesiar tidak hanya menciptakan keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan, tetapi juga menjadi contoh bahwa industri pariwisata modern harus bertanggung jawab terhadap masa depan bumi.
