Pembebasan Georges Abdallah akhirnya setelah 40 tahun dipenjara di Prancis. Pengadilan mengizinkan pembebasan bersyarat dengan syarat deportasi ke Lebanon. Setelah lebih dari empat dekade berada di balik jeruji besi, Georges Abdallah akhirnya mendapatkan keputusan pembebasan bersyarat dari pengadilan Prancis. Tokoh yang selama ini menjadi simbol kontroversial dalam perdebatan geopolitik Timur Tengah dan Eropa itu akan dideportasi ke Lebanon setelah menjalani hukuman penjara seumur hidup atas keterlibatannya dalam pembunuhan dua diplomat pada awal 1980-an.

Pada Kamis, 17 Juli 2025, Pengadilan Banding Prancis mengabulkan pembebasan Georges Abdallah dengan satu syarat mutlak: ia harus segera meninggalkan wilayah Prancis dan tidak diperbolehkan kembali. Keputusan tersebut mulai berlaku efektif pada 25 Juli, sebuah momen yang disebut banyak pihak sebagai titik balik dari salah satu kasus hukum terlama di Eropa modern.

Abdallah dijatuhi hukuman pada 1987 setelah terbukti bersalah dalam kasus pembunuhan dua diplomat—satu dari Amerika Serikat dan satu dari Israel—yang terjadi di Paris pada tahun 1982. Ia juga dikaitkan dengan percobaan pembunuhan terhadap seorang diplomat AS di Strasbourg tahun 1984. Meski masa hukumannya secara teknis sudah memungkinkan ia bebas sejak 1999, permintaan pembebasannya terus ditolak selama dua dekade terakhir, sebagian besar karena tekanan diplomatik dari Amerika Serikat.

Namun, dalam putusan terbarunya, hakim menyatakan bahwa perilaku Abdallah di dalam penjara telah menunjukkan penyesuaian dan ketidakberbahayaan terhadap masyarakat, sehingga pembebasan bersyarat dapat diberikan.

Pro dan Kontra dalam Reaksi Internasional

Keputusan ini segera memicu reaksi beragam, baik dari dalam maupun luar negeri. Pendukungnya di Lebanon dan Prancis menyambut pembebasan Georges Abdallah dengan penuh kemenangan. Bagi mereka, ia bukanlah seorang kriminal, melainkan pejuang yang membela rakyat tertindas. Sejumlah demonstrasi dan pawai dukungan digelar di Beirut dan kota-kota Prancis, dengan spanduk bertuliskan “Liberté pour Georges Abdallah”.

Namun, tidak semua pihak menyambut gembira. Pemerintah Amerika Serikat mengungkapkan kekhawatiran bahwa pembebasan ini bisa menjadi preseden buruk bagi kasus-kasus terorisme di masa depan. Menurut juru bicara Departemen Kehakiman AS, keputusan tersebut “tidak mempertimbangkan dampak terhadap para korban dan keluarga mereka.” Beberapa pejabat bahkan menyatakan bahwa AS tengah mempertimbangkan langkah diplomatik lanjutan untuk menanggapi keputusan pengadilan ini.

Sementara itu, pengacara Abdallah, Jean-Louis Chalanset, menyatakan bahwa keputusan tersebut adalah “kemenangan hukum dan moral,” serta menambahkan bahwa kliennya tidak pernah menyangkal keyakinan ideologisnya. Ia tetap menganggap dirinya sebagai pejuang revolusioner yang terlibat dalam perjuangan melawan kolonialisme dan imperialisme.

Dampak Geopolitik dan Masa Depan Georges Abdallah

Setelah pembebasan Georges Abdallah resmi berlaku, ia dijadwalkan untuk dideportasi ke Lebanon, negara asalnya. Pemerintah Lebanon belum memberikan pernyataan resmi, namun laporan awal menyebutkan bahwa Abdallah kemungkinan besar akan menetap di kota asalnya, Kobayat, dekat perbatasan Suriah.

Pertanyaan besar kini menggantung di udara: apakah Georges Abdallah akan kembali aktif dalam politik dan aktivisme? Sebagian analis meyakini bahwa ia akan tetap mempertahankan posisi simbolisnya dalam gerakan pro-Palestina, namun mengingat usianya yang kini 74 tahun, peran aktif kemungkinan akan terbatas.

Kehadiran Abdallah di Lebanon juga berpotensi memicu ketegangan baru di kawasan, terutama dalam konteks hubungan regional antara kelompok pro-Iran, Hezbollah, dan Israel. Beberapa diplomat menyatakan bahwa pembebasan Georges Abdallah dapat dimanfaatkan oleh faksi-faksi tertentu untuk memperkuat retorika anti-Barat, meskipun Prancis sendiri menegaskan bahwa keputusan ini murni berdasarkan hukum dan bukan kebijakan politik luar negeri.

Baca juga : Kekuatan Militer Prancis dan Tantangan Masa Depan Eropa

Bagi Prancis, langkah ini sekaligus mengakhiri sebuah bab panjang dalam sejarah hukum yang penuh tekanan internasional. Kendati banyak pihak menilai bahwa ini terlambat, keputusan tersebut tetap menjadi contoh bahwa sistem hukum harus tunduk pada prinsip keadilan, termasuk dalam kasus yang paling kontroversial sekalipun.

Masyarakat internasional kini menanti bagaimana perkembangan selanjutnya setelah pembebasan Georges Abdallah. Apakah ia akan memilih diam atau kembali menyuarakan pandangannya, tetap menjadi misteri. Yang jelas, peristiwa ini membuka kembali diskusi global tentang keseimbangan antara keadilan hukum, hak politik, dan tekanan geopolitik internasional.