Proyeksi Ekonomi Prancis menurut lembaga statistik INSEE memberi sinyal pemulihan yang lebih stabil pada 2026 setelah dua tahun pertumbuhan yang cenderung tertahan. Laporan konjungtur terbaru menilai aktivitas ekonomi berpeluang kembali mendekati ritme rata-rata dekade 2010-an, meski dorongan pemulihannya tidak spektakuler dan biaya pinjaman masih terasa. Pemerintah, pelaku usaha, dan rumah tangga kini menunggu apakah perbaikan sentimen bisa berubah menjadi belanja dan investasi yang konsisten di tengah ketidakpastian anggaran negara baru.

Proyeksi Ekonomi Prancis dari INSEE menilai pertumbuhan 2026 pulih moderat, inflasi rendah, namun pengangguran berisiko naik. INSEE memperkirakan produk domestik bruto pada 2025 tumbuh sekitar 0,9 persen, lebih rendah dibanding 2024, sebelum bergerak lebih baik pada paruh pertama 2026. Optimisme industri mulai membaik, dan konsumsi rumah tangga diproyeksikan menguat saat daya beli pulih perlahan serta inflasi tetap rendah. Skema leasing social di otomotif dinilai membantu permintaan, namun ekspor masih bergantung pada siklus Eropa dan perdagangan global yang belum sepenuhnya tenang.

Bagi publik, Proyeksi Ekonomi Prancis ini berarti pemulihan mungkin terasa bertahap, bukan lonjakan tiba-tiba, sehingga kebijakan pendapatan dan biaya hidup tetap menjadi isu utama. INSEE juga mengingatkan pasar kerja bisa belum ikut pulih cepat, sehingga kualitas pertumbuhan akan diuji oleh kemampuan perusahaan mempertahankan perekrutan dan menahan gelombang PHK. Dengan latar itu, dinamika fiskal dan harga energi akan menentukan apakah pemulihan moderat bertahan sampai akhir 2026.

Sinyal Permintaan Domestik Menjelang 2026

INSEE menilai laju pertumbuhan pada 2025 tetap positif namun lambat, sehingga basis pemulihan 2026 berangkat dari ekonomi yang masih rapuh. Proyeksi tersebut menyebut pertumbuhan tahunan sekitar 0,9 persen pada 2025, sebelum bergerak lebih kuat pada paruh pertama 2026 dan mendekati ritme kuartalan yang lebih normal. Dalam Proyeksi Ekonomi Prancis itu, penguatan bertumpu pada permintaan domestik yang berangsur pulih, bukan pada ledakan ekspor. Kondisi ini membuat ruang kebijakan moneter dan fiskal menjadi faktor penentu bagi ekspektasi pasar pada 2026, bersama arah suku bunga di kawasan Eropa secara regional.

Dari sisi rumah tangga, konsumsi diperkirakan mulai mencair ketika inflasi rendah memberi ruang bagi kenaikan daya beli, walau sebagian keluarga masih memilih menahan belanja. Sektor jasa, pariwisata, dan konsumsi sehari-hari diproyeksikan menjadi penyangga saat kredit perumahan belum sepenuhnya pulih. Pelaku usaha juga mulai melihat perbaikan iklim bisnis, terutama di industri, seiring stok yang menipis dan pesanan baru yang perlahan datang. Proyeksi Ekonomi Prancis menempatkan investasi sebagai kunci, karena kepastian kebijakan dapat mendorong perusahaan memperbarui mesin, teknologi, dan kapasitas produksi secara bertahap.

INSEE mencatat kebijakan tertentu, termasuk program leasing social di sektor otomotif, bisa memberi dorongan sementara pada penjualan kendaraan dan rantai pemasok. Dalam Proyeksi Ekonomi Prancis, peningkatan permintaan harus dijaga agar tidak hanya musiman dan tidak bergantung pada subsidi semata. Pada pertengahan 2026, produk domestik bruto kumulatif diperkirakan mencapai sekitar 1,0 persen, yang menggambarkan pemulihan moderat dengan tempo yang cenderung stabil. Jika ketegangan perdagangan global meningkat, risiko kepercayaan bisnis dapat memotong momentum yang baru terbentuk, terutama jika volatilitas energi kembali tinggi.

Pasar Kerja Tertekan Saat Inflasi Masih Rendah

Meski arah pertumbuhan membaik, INSEE menilai pasar kerja berpotensi tetap tertekan hingga 2026. Laju perekrutan diperkirakan melambat ketika perusahaan menahan ekspansi, terutama di sektor yang sensitif terhadap biaya energi dan permintaan luar negeri. Dalam Proyeksi Ekonomi Prancis, pengangguran disebut dapat naik menuju 7,8 persen pada pertengahan 2026, sehingga perbaikan PDB tidak otomatis terasa sebagai peningkatan kesempatan kerja. Sektor konstruksi dan real estat juga dinilai rentan karena biaya kredit masih tinggi bagi banyak proyek, serta penurunan izin bangun terlihat di kota besar.

Kondisi tersebut dipengaruhi oleh penyesuaian produktivitas dan strategi perusahaan yang lebih berhati-hati setelah periode ketidakpastian panjang. Bagi Proyeksi Ekonomi Prancis, banyak perusahaan cenderung menambah jam kerja atau mengoptimalkan tenaga yang ada daripada merekrut karyawan baru, sambil menunggu kepastian permintaan. Pemerintah menghadapi tekanan untuk menjaga daya saing industri dan memperkuat produktivitas di rantai nilai, tanpa mengorbankan perlindungan sosial, karena kenaikan pengangguran bisa memukul konsumsi. Langkah efisiensi ini sering disertai penundaan pelatihan, sehingga pemulihan pekerjaan berjalan tertinggal di sektor manufaktur dan layanan lokal.

Di sisi harga, inflasi yang rendah sejak awal 2025 diperkirakan naik terbatas, dengan laju sekitar 1,5 persen secara tahunan pada Juni 2026. Jika harga pangan dan energi tetap stabil, tekanan biaya hidup menurun, tetapi penyesuaian tarif jasa dapat menjaga inflasi di kisaran rendah. Inflasi yang terkendali memberi ruang bagi kenaikan upah riil, namun rumah tangga tetap waspada dan memilih belanja yang lebih selektif. Proyeksi Ekonomi Prancis menunjukkan tantangan utama adalah menjaga konsumsi tetap bergerak, meski pasar kerja belum sepenuhnya pulih dan biaya layanan publik meningkat konsisten.

Risiko Fiskal dan Faktor Eksternal Menguji Pemulihan

Meski proyeksi 2026 terlihat lebih cerah, INSEE menekankan pemulihan tetap dibayangi risiko kebijakan fiskal. Upaya menata ulang anggaran, menekan defisit, dan memenuhi komitmen stabilitas dapat membatasi ruang belanja negara, sementara tekanan sosial menuntut perlindungan daya beli dan layanan publik. Proyeksi Ekonomi Prancis menempatkan ketidakpastian fiskal sebagai variabel besar, karena penundaan keputusan atau perubahan arah kebijakan bisa mengganggu kepercayaan bisnis, biaya pinjaman, dan rencana investasi jangka menengah.

Pasar juga menilai konsistensi reformasi pensiun, belanja kesehatan, dan rencana pajak, karena semuanya mempengaruhi perhitungan defisit serta respons lembaga pemeringkat dan investor obligasi internasional utama. Di sisi eksternal, dinamika perdagangan global menjadi titik rawan, terutama bila terjadi kenaikan tarif, sengketa dagang, atau pergeseran permintaan dari mitra utama di Eropa dan Amerika Utara yang dapat menekan pesanan industri dan menunda ekspansi. Harga minyak dan gas yang volatil dapat segera mengubah struktur biaya industri, sekaligus mempengaruhi inflasi dan margin perusahaan, termasuk biaya transportasi dan pangan.

Pergerakan nilai tukar euro dan arah suku bunga Bank Sentral Eropa ikut menentukan biaya impor energi dan kemampuan ekspor bersaing, terutama pada barang bernilai tambah. Dalam skenario positif, stabilnya pasokan energi dan normalisasi logistik memberi ruang bagi manufaktur meningkatkan output, sementara pariwisata dan jasa tetap menopang pertumbuhan. Bagi kawasan Eropa, pemulihan Prancis penting karena berhubungan dengan investasi lintas negara, permintaan impor, dan stabilitas pasar keuangan di kawasan euro yang saling terhubung.

Jika pertumbuhan berjalan moderat, perusahaan dapat memilih strategi defensif, namun tetap melakukan modernisasi melalui digitalisasi, efisiensi energi, serta riset dan pelatihan tenaga kerja. Pemerintah perlu memastikan program dukungan tidak menumpuk beban utang, sambil menjaga kepastian regulasi agar proyek infrastruktur dan perumahan tidak tertunda. Dalam Proyeksi Ekonomi Prancis, penguatan jangka menengah juga bergantung pada kemampuan UMKM mengakses kredit dan meningkatkan produktivitas, sambil menjaga daya saing upah dan adopsi teknologi agar lapangan kerja baru muncul bertahap di berbagai sektor yang padat karya.