Tragedi kemanusiaan kembali terjadi di Timur Tengah ketika serangan rumah sakit Gaza menghantam Nasser Hospital di Khan Younis. Serangan udara ini menewaskan sedikitnya 19 orang, termasuk empat wartawan internasional dari Reuters, AP, Al Jazeera, dan NBC. Insiden ini memperlihatkan betapa rapuhnya perlindungan terhadap tenaga medis dan jurnalis di tengah perang yang semakin brutal.

Menurut laporan saksi, serangan pertama menghantam lantai empat rumah sakit, diikuti serangan kedua yang menargetkan area tangga luar. Pola serangan ini dikenal dengan istilah “double-tap”, yakni menunggu tim penyelamat dan wartawan tiba di lokasi sebelum melancarkan serangan lanjutan. Taktik ini bukan hanya meningkatkan jumlah korban, tetapi juga menimbulkan trauma mendalam bagi warga sipil.

Israel Defense Forces (IDF) mengakui adanya operasi militer di sekitar lokasi, tetapi membantah menargetkan rumah sakit maupun wartawan secara sengaja. Meski demikian, bukti yang muncul menimbulkan kecurigaan luas. Dunia internasional pun menyoroti insiden ini sebagai pelanggaran serius terhadap hukum humaniter internasional, memperkuat desakan agar konflik segera dihentikan demi mencegah korban sipil lebih banyak lagi.

Dampak Kemanusiaan Serangan Rumah Sakit Gaza

Serangan terhadap Nasser Hospital menjadi contoh nyata kehancuran sistem kesehatan di Gaza. Serangan rumah sakit Gaza ini memperburuk kondisi fasilitas medis yang sebelumnya sudah kesulitan akibat kekurangan obat, peralatan, dan tenaga medis. Nasser Hospital, salah satu pusat kesehatan terbesar di Gaza selatan, kini beroperasi di ambang keruntuhan total.

Korban jiwa tidak hanya berasal dari pasien yang sedang dirawat, tetapi juga keluarga mereka, staf medis, serta jurnalis yang sedang meliput. Kondisi ini mempertegas bahwa perang tidak lagi membedakan antara kombatan dan sipil. Serangan semacam ini menimbulkan pertanyaan besar tentang efektivitas perlindungan hukum internasional terhadap rumah sakit di zona perang.

Selain itu, insiden ini menambah beban psikologis bagi warga Gaza. Banyak dari mereka kini enggan mencari perawatan medis di rumah sakit karena khawatir fasilitas kesehatan justru menjadi sasaran berikutnya. PBB dan lembaga kemanusiaan internasional mengingatkan bahwa serangan rumah sakit Gaza ini bisa mempercepat runtuhnya sistem kesehatan di wilayah tersebut.

Turki secara tegas menyebut insiden ini sebagai “kejahatan perang” dan menyerukan investigasi internasional. Kecaman serupa datang dari organisasi kebebasan pers yang menilai tewasnya wartawan dalam serangan tersebut sebagai serangan langsung terhadap kebebasan informasi.

Reaksi Dunia atas Serangan Rumah Sakit Gaza

Komunitas internasional merespons keras serangan rumah sakit Gaza. Negara-negara seperti Turki, Prancis, hingga Qatar mengecam tindakan Israel dan menuntut adanya penyelidikan independen. Organisasi HAM internasional juga menekankan bahwa serangan terhadap fasilitas medis jelas melanggar Konvensi Jenewa.

PBB melalui juru bicaranya menyampaikan keprihatinan mendalam dan meminta semua pihak untuk menghormati hukum humaniter internasional. Sekretaris Jenderal PBB menegaskan bahwa rumah sakit, tenaga medis, serta jurnalis harus dilindungi tanpa syarat. Namun, kenyataan di lapangan menunjukkan aturan ini sering kali diabaikan.

Israel di sisi lain menyatakan bahwa target operasi militer mereka adalah kelompok militan, bukan warga sipil atau wartawan. Mereka berjanji akan menyelidiki insiden ini, meskipun banyak pihak skeptis terhadap hasil investigasi internal. Laporan jurnalis yang selamat justru mengindikasikan adanya pola berulang dalam serangan terhadap fasilitas medis di Gaza.

Serangan rumah sakit Gaza ini juga memengaruhi opini publik global. Demonstrasi solidaritas muncul di berbagai kota besar, menuntut gencatan senjata segera. Tekanan diplomatik meningkat, dan isu perlindungan jurnalis kembali menjadi sorotan penting dalam perdebatan internasional mengenai perang di Gaza.

Insiden serangan rumah sakit Gaza di Nasser Hospital memiliki implikasi jangka panjang, baik secara politik, hukum, maupun kemanusiaan. Dari sisi politik, serangan ini memperdalam ketegangan diplomatik antara Israel dan negara-negara lain. Bahkan beberapa sekutu Israel mulai menyuarakan kritik, khawatir reputasi mereka tercoreng karena dianggap mendukung tindakan yang melanggar hukum internasional.

Dari perspektif hukum, serangan terhadap fasilitas medis membuka peluang untuk membawa kasus ini ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Jika terbukti ada pola sistematis menyerang rumah sakit, maka insiden ini bisa dikategorikan sebagai kejahatan perang. Organisasi HAM internasional terus mendorong agar bukti-bukti dikumpulkan dan diserahkan untuk proses hukum internasional.

Implikasi kemanusiaan jauh lebih luas. Serangan rumah sakit Gaza telah menghancurkan kepercayaan masyarakat terhadap perlindungan fasilitas kesehatan. Warga sipil yang seharusnya mendapatkan perawatan kini takut mendatangi rumah sakit. Hal ini memperburuk angka kematian akibat penyakit dan luka-luka yang seharusnya bisa ditangani.

Baca juga : Israel rekrut Yahudi diaspora untuk tutupi kekurangan tentara

Selain itu, insiden ini menimbulkan dampak psikologis mendalam bagi keluarga korban dan masyarakat luas. Wartawan yang tewas juga menandakan hilangnya suara independen yang seharusnya berperan dalam menyampaikan kebenaran konflik. Jika kondisi ini terus berlanjut, masyarakat internasional akan kehilangan sumber informasi yang akurat dari lapangan.

Pada akhirnya, serangan rumah sakit Gaza menjadi pengingat pahit bahwa konflik berkepanjangan tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga menghancurkan pilar kemanusiaan. Dunia kini menghadapi pertanyaan besar: sampai kapan hukum internasional diabaikan, dan berapa banyak lagi korban sipil yang harus jatuh sebelum perdamaian benar-benar diwujudkan.