Pengadilan tertinggi di Prancis, Cour de Cassation, resmi menyatakan bahwa warrant Assad dibatalkan karena Bashar al-Assad saat itu masih menjabat sebagai Presiden Suriah. Keputusan ini muncul setelah surat penangkapan internasional yang diterbitkan pada 2023 ditolak karena melanggar prinsip hukum internasional terkait imunitas kepala negara.

Pengadilan tertinggi Prancis menyatakan warrant Assad dibatalkan karena imunitas jabatan. Putusan ini menuai pro dan kontra di tingkat global. Surat penangkapan tersebut sebelumnya menuduh Assad terlibat dalam serangan kimia terhadap warga sipil di Douma, Suriah, pada tahun 2013 dan 2018. Namun, pengadilan memutuskan bahwa langkah tersebut melanggar hukum karena tidak mempertimbangkan status Assad sebagai kepala negara aktif pada saat penerbitan surat tersebut.

Imunitas Presiden Jadi Dasar Putusan

Prinsip hukum internasional memberikan perlindungan imunitas bagi kepala negara yang sedang menjabat. Berdasarkan ketentuan tersebut, Prancis mengakui bahwa surat penangkapan terhadap Assad tidak memiliki dasar hukum yang kuat ketika dikeluarkan. Oleh karena itu, warrant Assad dibatalkan atas dasar teknis dan bukan karena tidak adanya dasar tuduhan.

Pengadilan menegaskan bahwa keputusan tersebut tidak menyangkut kebenaran atau kesalahan atas tindakan Assad, melainkan semata-mata didasarkan pada ketentuan hukum internasional yang melindungi kepala negara aktif dari tindakan hukum oleh pengadilan asing.

Meskipun demikian, pengadilan juga membuka kemungkinan bahwa surat penangkapan bisa diajukan kembali setelah masa jabatan Assad berakhir, karena imunitas hanya berlaku selama seseorang menjabat sebagai kepala negara. Ini artinya, proses hukum terhadap Assad belum sepenuhnya tertutup.

Reaksi Internasional dan Tekanan dari Organisasi HAM

Putusan ini memicu respons dari berbagai pihak, terutama organisasi hak asasi manusia. Amnesty International menyatakan kekecewaannya dan menegaskan bahwa keadilan bagi korban kekerasan di Suriah harus terus diperjuangkan. Mereka menilai bahwa warrant Assad dibatalkan bisa menjadi preseden buruk jika tidak disusul dengan tindakan hukum lebih lanjut setelah masa imunitas Assad berakhir.

Pengadilan tertinggi Prancis menyatakan warrant Assad dibatalkan karena imunitas jabatan. Putusan ini menuai pro dan kontra di tingkat global. Beberapa kelompok advokasi juga menyoroti perlunya reformasi terhadap sistem imunitas dalam hukum internasional. Dalam kasus pelanggaran berat seperti kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, imunitas kepala negara dinilai tidak boleh menjadi tameng penghalang upaya penegakan keadilan.

Di sisi lain, beberapa pakar hukum menyatakan bahwa keputusan pengadilan Prancis sudah tepat dan sesuai dengan konvensi internasional. Mereka menegaskan bahwa pengadilan tidak dapat bertindak melampaui batas yurisdiksi dan bahwa reformasi hukum harus dilakukan melalui jalur diplomatik dan konvensional, bukan dengan pengabaian terhadap prinsip hukum yang berlaku.

Langkah Selanjutnya dan Peluang Penuntutan Baru

Saat ini, posisi Assad sebagai presiden masih dipertahankan meskipun mengalami tekanan politik dan ekonomi berat di dalam negerinya. Namun, jika kelak ia lengser, peluang untuk menindaklanjuti kasus ini tetap terbuka lebar. Hal ini ditegaskan oleh pengadilan bahwa warrant Assad dibatalkan hanya bersifat sementara sesuai status jabatan.

Pihak jaksa penuntut Prancis sudah memberikan sinyal akan terus memantau perkembangan politik di Suriah. Mereka menyatakan bahwa pengumpulan bukti dan dokumentasi atas dugaan pelanggaran HAM yang dilakukan Assad tetap berlangsung, untuk disiapkan saat waktunya tiba.

Sementara itu, pengacara yang mewakili korban serangan kimia berharap agar komunitas internasional tidak mengendurkan komitmennya dalam menegakkan keadilan. Bagi mereka, pembatalan ini adalah pengingat keras bahwa sistem hukum internasional masih memiliki celah dalam menghadapi pelaku pelanggaran besar yang terlindungi oleh jabatan politik.

Di banyak forum diplomatik, isu ini juga menjadi bahan diskusi. Beberapa negara Eropa menyuarakan perlunya dibentuk pengadilan khusus atau penguatan mandat Mahkamah Pidana Internasional (ICC) agar tidak lagi terkendala oleh imunitas pejabat negara aktif.

Baca juga : Pemangkasan Anggaran Prancis Ancam Bantuan Global Dunia

Dengan warrant Assad dibatalkan, pengadilan Prancis telah menunjukkan komitmennya terhadap kepatuhan pada hukum internasional. Namun, ini juga membuka perdebatan tentang keefektifan hukum internasional dalam mengadili pelaku kejahatan besar jika mereka masih memegang jabatan tinggi.

Keputusan ini bukan akhir dari upaya penegakan hukum terhadap Bashar al-Assad. Justru sebaliknya, ini menjadi momentum penting bagi komunitas global untuk menyusun strategi hukum yang lebih kokoh dan tidak terbentur oleh celah prosedural. Jika dunia ingin melihat keadilan ditegakkan, maka langkah selanjutnya sangat menentukan.