Keputusan pengadilan Prancis untuk membebaskan Georges Abdallah pada 25 Juli 2025 menuai respons global yang tajam. Setelah hampir 40 tahun menjalani hukuman penjara seumur hidup, tokoh yang dikenal sebagai militan sayap kiri asal Lebanon itu akhirnya disetujui untuk bebas bersyarat dengan ketentuan deportasi permanen dari wilayah Prancis. Kebijakan tersebut memicu perdebatan tajam antara prinsip hukum nasional Prancis dan tekanan diplomatik dari negara-negara sekutu, terutama Amerika Serikat dan Israel.

Georges Abdallah adalah pendiri kelompok bersenjata Lebanese Armed Revolutionary Factions (LARF), dan divonis pada 1987 atas keterlibatannya dalam pembunuhan dua diplomat — Charles Ray dari Amerika Serikat dan Yacov Barsimantov dari Israel — di Paris pada awal 1980-an. Ia juga dikaitkan dengan percobaan pembunuhan terhadap seorang diplomat Amerika di Strasbourg. Selama menjalani hukumannya, Abdallah menjadi tokoh simbolik bagi kelompok pro-Palestina dan aktivis anti-imperialis yang menyebutnya sebagai narapidana politik, bukan kriminal teroris.

Pengadilan Banding Paris pada 17 Juli 2025 memutuskan bahwa Georges Abdallah memenuhi syarat untuk bebas bersyarat berdasarkan rekam jejak perilaku selama di penjara dan ketentuan hukum Prancis yang mengizinkan pembebasan setelah lebih dari tiga dekade ditahan. Namun, syarat utama pembebasan ini adalah deportasi permanen ke Lebanon, serta pelarangan kembali ke wilayah Uni Eropa.

Ketegangan Diplomatik antara Prancis, AS, dan Israel

Pemerintah Amerika Serikat menyatakan kekecewaannya atas keputusan pembebasan Georges Abdallah. Departemen Kehakiman AS menyebut bahwa tindakan ini dapat membahayakan keselamatan diplomat Amerika dan sekutu mereka, serta mengirim pesan yang salah kepada kelompok ekstremis. Mereka menggarisbawahi bahwa Abdallah hingga kini belum menunjukkan penyesalan dan tetap berpegang pada ideologinya yang radikal. Menteri Luar Negeri AS juga dikabarkan telah menghubungi pejabat tinggi Prancis untuk menyampaikan keberatan resmi.

Pihak Israel tidak tinggal diam. Kementerian Luar Negeri Israel mengecam langkah Prancis, menyebut bahwa Georges Abdallah seharusnya tetap berada di balik jeruji besi hingga akhir hayatnya. Mereka menganggap keputusan ini tidak hanya melukai keluarga korban, tetapi juga mencederai kerja sama kontra-terorisme yang selama ini dijalankan antara kedua negara.

Sebaliknya, kelompok sayap kiri di Prancis dan beberapa organisasi HAM internasional justru menyambut baik pembebasan ini. Mereka menilai Abdallah telah menjalani masa tahanan yang lebih dari cukup dan layak mendapatkan kesempatan untuk pulang ke negaranya. Demonstrasi kecil mendukung pembebasan Georges Abdallah terlihat di luar gedung pengadilan Paris setelah keputusan diumumkan.

Prospek Setelah Bebas dan Dampaknya di Lebanon

Setelah dibebaskan pada 25 Juli mendatang, Georges Abdallah akan langsung dideportasi ke Beirut. Pemerintah Lebanon, meski belum mengeluarkan pernyataan resmi, telah menerima informasi mengenai kepulangan tokoh kontroversial ini. Beberapa kelompok politik di Lebanon, terutama yang pro-Palestina, menganggap kembalinya Abdallah sebagai kemenangan moral. Mereka melihatnya sebagai sosok yang melawan dominasi Barat dan tetap teguh pada perjuangan rakyat Palestina.

Namun, ada kekhawatiran bahwa kehadiran kembali Georges Abdallah di Lebanon bisa memperkeruh situasi politik domestik dan memperbesar tekanan internasional terhadap negara itu. Beberapa analis juga mempertanyakan apakah Abdallah akan terus aktif secara politik, atau memilih untuk menjalani sisa hidupnya dalam ketenangan setelah empat dekade di penjara.

Dalam sistem hukum Prancis, keputusan pembebasan bersyarat yang sudah ditetapkan oleh Pengadilan Banding sangat jarang dibatalkan. Namun demikian, Kejaksaan masih memiliki hak untuk mengajukan kasasi. Sejauh ini, belum ada indikasi resmi bahwa langkah itu akan diambil. Jika tidak ada upaya hukum lanjutan, maka proses administratif deportasi Georges Abdallah akan dimulai dalam beberapa hari ke depan.

Baca juga : Georges Abdallah Bebas setelah 40 Tahun Penjara di Prancis

Keputusan pembebasan Georges Abdallah menempatkan Prancis pada posisi sulit. Di satu sisi, negara ini ingin menunjukkan komitmen terhadap prinsip keadilan, hak asasi manusia, dan independensi yudisial. Di sisi lain, tekanan geopolitik dan kekhawatiran sekutu terhadap keamanan membuat keputusan ini menjadi sangat sensitif.

Kasus Georges Abdallah menunjukkan bahwa urusan hukum tidak bisa sepenuhnya dilepaskan dari konteks politik internasional. Apa yang terlihat sebagai proses hukum domestik, bisa berdampak besar pada hubungan bilateral dan persepsi publik global. Seiring tanggal pembebasan yang semakin dekat, dunia akan memperhatikan dengan cermat bagaimana peristiwa ini akan memengaruhi lanskap diplomasi dan keamanan di kawasan Timur Tengah.