Krisis Utang Prancis kembali mencuat setelah Gubernur Bank Sentral François Villeroy de Galhau memperingatkan ancaman stagnasi ekonomi akibat beban utang yang terus meningkat. Ia menyebut kondisi fiskal paris saat ini bisa membuat Prancis “mati suri” jika langkah korektif tidak segera dilakukan. Krisis Utang Prancis mencerminkan tekanan fiskal yang berat, dengan defisit anggaran diperkirakan mencapai 5,4% dari PDB pada 2025 dan target baru untuk menurunkannya menjadi 3% pada 2029. Villeroy menegaskan bahwa keberlanjutan ekonomi hanya bisa dicapai bila disiplin fiskal diperkuat dan belanja publik dikendalikan secara sistematis.

Pemerintah menghadapi dilema antara menjaga pertumbuhan dan menekan pengeluaran. Krisis Utang Prancis juga disoroti karena meningkatnya biaya bunga yang kini mencapai lebih dari €70 miliar per tahun, naik tajam dibandingkan €30 miliar pada 2020. Kenaikan ini sebagian besar dipicu oleh inflasi dan kebijakan suku bunga tinggi di zona euro. Kondisi ini menekan ruang fiskal, mengancam stabilitas sosial, dan menurunkan kemampuan negara membiayai program kesejahteraan. Tekanan dari lembaga pemeringkat internasional membuat kredibilitas Prancis di pasar obligasi kian rapuh.

Tekanan dari Lembaga Keuangan Internasional

Lembaga pemeringkat seperti Fitch dan Moody’s menurunkan prospek utang Prancis dari stabil menjadi negatif. Keputusan tersebut memperburuk persepsi investor terhadap risiko fiskal negara. Fitch bahkan memangkas peringkat utang menjadi A+ sejak September 2025, sementara Moody’s mempertahankan rating Aa3 namun memperingatkan potensi penurunan bila tidak ada langkah reformasi. Krisis Utang Prancis membuat kepercayaan pasar melemah, mendorong premi risiko naik, dan biaya pinjaman pemerintah semakin mahal. Para analis memperkirakan total utang akan melebihi 115% dari PDB pada akhir tahun fiskal 2025. Jika tren ini berlanjut, Prancis berpotensi menghadapi spiral bunga yang menekan pertumbuhan jangka panjang.

Dalam laporannya, Dewan Anggaran Independen Prancis menyebut rancangan APBN 2026 terlalu optimistis dan tidak realistis. Proyeksi pendapatan pajak dinilai berlebihan, sementara rencana pemotongan belanja belum menunjukkan arah jelas. Kondisi ini memperkuat kekhawatiran bahwa pemerintah gagal memenuhi target stabilitas fiskal Uni Eropa yang mensyaratkan defisit di bawah 3% PDB. Krisis Utang Prancis juga membawa implikasi politik yang besar. Partai oposisi menuding kebijakan ekonomi pemerintah Emmanuel Macron gagal menahan laju inflasi dan menciptakan ruang fiskal yang sehat. Di sisi lain, sektor publik menghadapi tekanan karena potensi pemangkasan anggaran layanan dasar.

Akar Masalah dan Dampak Sosial Ekonomi

Akar Krisis Utang Prancis bermula dari peningkatan belanja publik pascapandemi COVID-19 dan subsidi energi saat konflik Ukraina yang memperparah defisit struktural. Pemerintah menanggung beban besar untuk menstabilkan harga energi dan mendukung dunia usaha. Ketergantungan terhadap pembiayaan utang jangka panjang membuat anggaran negara sensitif terhadap kenaikan suku bunga. Kini, setiap kenaikan 1% suku bunga diperkirakan menambah beban hingga €15 miliar per tahun. Di tengah situasi tersebut, kebijakan penghematan menjadi sulit diterapkan karena berpotensi memicu protes sosial seperti yang pernah terjadi pada reformasi pensiun 2023.

Dampak Krisis Utang Prancis juga terasa pada sektor publik dan kesejahteraan masyarakat. Keterlambatan reformasi belanja publik mengancam pembiayaan pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur. Pemerintah pusat dipaksa menunda beberapa proyek jangka panjang untuk menekan pengeluaran. Selain itu, biaya hidup yang meningkat dan stagnasi upah memperlebar kesenjangan sosial. Pengamat ekonomi menilai perlu adanya langkah korektif yang berani seperti reformasi pajak progresif dan efisiensi belanja. Bank sentral memperingatkan bahwa kebijakan fiskal harus selaras dengan upaya pengendalian inflasi agar kepercayaan pasar tidak terus menurun.

Baca juga : Penurunan Peringkat Prancis oleh S&P

Untuk keluar dari Krisis Utang Prancis, pemerintah berencana memperluas basis pajak dan mempercepat digitalisasi sektor administrasi fiskal. Menteri Keuangan Bruno Le Maire menegaskan akan menurunkan defisit secara bertahap tanpa mengorbankan program sosial utama. Salah satu langkah konkret adalah meninjau ulang subsidi energi dan memperketat pengawasan belanja daerah. Selain itu, strategi jangka panjang akan difokuskan pada peningkatan produktivitas industri dan inovasi teknologi. Reformasi pasar tenaga kerja juga diharapkan mempercepat pertumbuhan dan mengurangi beban fiskal dalam jangka menengah.

Kendati begitu, para analis menilai keberhasilan reformasi tergantung pada stabilitas politik dan dukungan parlemen. Krisis Utang Prancis menjadi ujian terbesar bagi kepercayaan publik terhadap kepemimpinan pemerintah saat ini. Uni Eropa menekankan bahwa Prancis harus menunjukkan komitmen nyata agar tidak terkena sanksi fiskal di bawah aturan anggaran bersama. Dalam jangka panjang, reformasi yang tepat dapat memperkuat daya saing nasional dan menurunkan beban bunga secara bertahap. Namun jika langkah korektif tertunda, risiko stagnasi ekonomi dan hilangnya kepercayaan pasar akan semakin besar. Krisis Utang Prancis kini bukan hanya masalah angka, tetapi ujian bagi ketahanan ekonomi dan integritas fiskal negara di jantung Eropa.