Mural Patung Liberty yang baru saja diresmikan di kota Roubaix, Prancis, telah memicu gelombang reaksi internasional karena dianggap sebagai simbol kritik terhadap kebijakan imigrasi Amerika Serikat. Karya seni yang menggambarkan sosok Patung Liberty dengan tangan menutupi mata itu langsung viral setelah diungkap pada 4 Juli 2025, bertepatan dengan perayaan Hari Kemerdekaan Amerika.

Diciptakan oleh seniman Belanda Judith de Leeuw, mural ini dimaksudkan sebagai bentuk ekspresi atas ketidakadilan yang dialami komunitas migran dan minoritas di berbagai belahan dunia. De Leeuw menjelaskan bahwa Patung Liberty, yang selama ini menjadi simbol harapan dan kebebasan, kini seolah-olah “menutup mata” terhadap penderitaan manusia akibat kebijakan yang tidak manusiawi. Pesan visual ini disampaikan dengan kuat melalui bahasa seni jalanan yang kontras dan langsung.

Reaksi terhadap mural Patung Liberty pun langsung merebak, tidak hanya di Prancis tetapi juga di Amerika Serikat. Pendukung mantan Presiden Donald Trump mengecam keras mural tersebut dan menilainya sebagai penghinaan terhadap simbol nasional AS. Bagi mereka, karya itu dianggap sebagai serangan terbuka terhadap nilai-nilai konservatif dan kebijakan ketat yang pernah diterapkan terkait imigrasi.

Reaksi Politik dan Pandangan Seniman

Salah satu kritik paling keras datang dari anggota Kongres AS, Tim Burchett. Ia menyebut mural Patung Liberty di Roubaix sebagai bentuk “penghinaan menjijikkan” terhadap simbol kebanggaan bangsa Amerika. Burchett juga menyinggung sejarah pemberian patung tersebut dari rakyat Prancis ke AS, serta pengorbanan militer AS di masa lampau yang menurutnya tidak layak dibalas dengan karya yang dianggap politis dan provokatif ini.

Di sisi lain, Judith de Leeuw membela karyanya dengan menyatakan bahwa mural Patung Liberty bukanlah serangan terhadap tokoh atau negara tertentu. Menurutnya, karya tersebut adalah metafora atas bagaimana dunia saat ini sering kali menutup mata terhadap penderitaan sesama. Ia menegaskan bahwa seni adalah bentuk komunikasi yang bebas dan mural ini adalah cara untuk menyampaikan pesan kemanusiaan, bukan kebencian.

Seniman tersebut juga menyoroti meningkatnya angka deportasi, pembatasan suaka, dan kebijakan keras terhadap imigran yang terjadi secara global. Patung Liberty dipilih sebagai objek utama karena ia selama ini menjadi simbol yang justru dirasa makin menjauh dari makna awalnya. Dengan menutupi matanya, Lady Liberty seolah mengatakan bahwa nilai-nilai yang dulu dijunjung kini sedang diabaikan.

Dukungan Masyarakat Lokal dan Relevansi Budaya

Berbeda dengan reaksi dari sebagian warga Amerika, masyarakat Roubaix menunjukkan dukungan terhadap mural Patung Liberty. Kota ini dikenal memiliki komunitas multikultural yang kuat, dengan banyak penduduk berasal dari latar belakang imigran. Pemerintah kota menyebut mural tersebut sebagai refleksi dari kenyataan sosial yang dirasakan warga sehari-hari.

Wakil walikota Roubaix untuk urusan budaya mengatakan bahwa karya ini memberikan ruang ekspresi yang relevan dengan identitas kota mereka. Ia menegaskan bahwa seni publik seperti mural ini harus diberi ruang sebagai bentuk keterlibatan politik warga dalam kehidupan kota yang modern dan terbuka.

Tak hanya menjadi isu politik, mural Patung Liberty juga menjadi objek wisata baru di Roubaix. Banyak wisatawan datang untuk menyaksikan langsung karya yang kini disebut-sebut sebagai “simbol perlawanan visual terhadap ketidakadilan.” Media lokal dan internasional turut mengulasnya, menjadikan mural ini sebagai pemicu diskusi budaya dan sosial yang lebih luas.

Baca juga : Rencana Pemotongan Hari Libur Nasional Picu Amarah Warga Prancis

Fenomena mural Patung Liberty ini membuktikan bahwa seni di ruang publik memiliki kekuatan luar biasa untuk menggugah kesadaran kolektif. Ia bukan hanya alat ekspresi, tetapi juga cermin yang memantulkan wajah dunia—baik sisi gelap maupun terang. Di tengah derasnya arus globalisasi, migrasi, dan politik identitas, karya ini menjadi pengingat penting bahwa simbol kebebasan pun bisa berubah makna ketika diam di tengah ketidakadilan.

Mural Patung Liberty di Roubaix telah membuka ruang diskusi penting antara seni, politik, dan kemanusiaan. Di tengah kontroversi yang berkembang, ia justru menegaskan bahwa kebebasan berekspresi dan hak untuk bersuara adalah fondasi masyarakat demokratis yang harus terus dijaga.

Apakah mural ini akan dikenang sebagai bentuk penghinaan atau sebagai simbol kebangkitan kesadaran sosial—waktu yang akan menjawab. Yang pasti, mural Patung Liberty kini telah menjadi lebih dari sekadar gambar: ia adalah pernyataan keras dalam dunia yang makin kompleks dan saling terhubung.