
New Caledonia sepakat jadi “negara dalam negara” Prancis, raih otonomi fiskal dan politik, sambil menjaga ikatan Prancis. Referendum penetapan digelar 2026. Pada 12 Juli 2025, di Bougival, dekat Paris, kedua belah pihak mengumumkan rancangan kesepakatan yang memberikan status “negara dalam negara” bagi wilayah yang selama bertahun-tahun menjadi sorotan dunia karena ketegangan politiknya. Kesepakatan ini dinilai sebagai langkah diplomasi besar, sekaligus kompromi antara keinginan mempertahankan hubungan dengan Prancis dan aspirasi otonomi masyarakat lokal.
Kesepakatan ini muncul setelah periode gejolak panjang yang memuncak pada kerusuhan berdarah pada pertengahan 2024. Kerusuhan tersebut pecah akibat revisi aturan pemilih yang dianggap melemahkan suara penduduk asli Kanak, kelompok etnis yang lama menginginkan kemerdekaan. Insiden tersebut menimbulkan korban jiwa, kerusakan ekonomi, serta mengguncang citra stabilitas politik New Caledonia.
Table of Contents
Status “Negara dalam Negara”
Dalam kesepakatan terbaru, New Caledonia akan mendapatkan status konstitusional khusus. Meskipun tetap menjadi bagian dari Republik Prancis, wilayah ini akan memiliki kewenangan luas di berbagai bidang. Pemerintah lokal nantinya dapat mengatur urusan fiskal, pertahanan internal, peradilan, dan sejumlah kebijakan ekonomi. Penduduk wilayah ini juga berhak memperoleh kewarganegaraan ganda: tetap menjadi warga negara Prancis, namun juga diakui sebagai warga negara New Caledonia, yang diharapkan menjadi simbol kebanggaan identitas lokal.
Kesepakatan tersebut akan dituangkan dalam Undang-Undang Prancis dan harus melewati ratifikasi Parlemen Prancis. Rencananya, rakyat New Caledonia akan memberikan keputusan final melalui referendum yang dijadwalkan digelar pada musim semi 2026. Selain memberikan status baru, rancangan kesepakatan ini juga mencakup reformasi hak pilih, memperluas partisipasi politik bagi warga pendatang yang telah tinggal setidaknya 10 hingga 15 tahun. Langkah ini diharapkan mengurangi ketegangan antara komunitas penduduk asli dan pendatang, yang kerap menjadi sumber konflik politik di wilayah tersebut.
Implikasi Politik dan Ekonomi
Kesepakatan ini membawa dampak yang cukup besar, baik secara lokal maupun geopolitik. Secara lokal, status baru memungkinkan New Caledonia memiliki kebebasan lebih besar dalam menyusun kebijakan ekonomi, terutama dalam mengelola industri tambang nikel yang menjadi tulang punggung perekonomian wilayah. Selama beberapa dekade, sektor nikel sering menjadi sumber ketegangan politik, karena dianggap sebagai simbol eksploitasi asing. Dengan kewenangan fiskal yang lebih luas, pemerintah lokal dapat memastikan pendapatan dari sektor tambang lebih banyak dinikmati masyarakat setempat.
Selain sektor ekonomi, stabilitas politik juga menjadi sorotan. Para pengamat memandang kesepakatan ini sebagai upaya menenangkan gejolak sosial. Sebelumnya, ketidakpuasan masyarakat Kanak atas kebijakan Prancis memicu kekhawatiran akan terulangnya kekerasan seperti pada 2024. Kesepakatan ini diharapkan menjadi solusi jangka panjang, dengan memberikan ruang lebih besar bagi partisipasi masyarakat lokal dalam menentukan arah masa depan mereka sendiri.
Namun, tantangan tetap ada. Beberapa tokoh pro-kemerdekaan menyuarakan keraguan, mempertanyakan sejauh mana otonomi itu benar-benar dapat dijalankan tanpa intervensi Paris. Mereka khawatir status “negara dalam negara” hanya menjadi bentuk kompromi yang tidak menyentuh akar persoalan, yakni keinginan sebagian masyarakat Kanak untuk merdeka sepenuhnya.
Dampak Geopolitik
Di luar aspek lokal, kesepakatan ini juga memiliki dimensi strategis bagi Prancis. Kawasan Pasifik kini menjadi wilayah yang semakin penting dalam peta geopolitik global, terutama di tengah persaingan pengaruh antara Tiongkok dan negara-negara Barat. Keberadaan New Caledonia sebagai wilayah Prancis di Pasifik memberikan nilai strategis tersendiri. Dengan kesepakatan ini, Prancis berhasil menjaga kehadirannya di wilayah tersebut, sambil menunjukkan kesediaan menanggapi tuntutan otonomi dari wilayah-wilayah seberang lautnya.
Bagi komunitas internasional, skema “negara dalam negara” yang diterapkan di New Caledonia juga menarik perhatian. Beberapa negara dengan wilayah otonomi atau konflik separatis menilai model ini bisa menjadi solusi untuk menjaga persatuan nasional, sekaligus mengakomodasi aspirasi lokal. Namun, banyak pengamat menilai bahwa keberhasilan model ini sangat bergantung pada implementasi nyata di lapangan, serta kepercayaan antara pemerintah pusat dan rakyat di daerah.
Baca juga : Stocamine, Ancaman Limbah Beracun untuk Air Bersih Eropa
Meskipun masa depan masih penuh tanda tanya, kesepakatan ini menandai momen penting dalam perjalanan politik New Caledonia. Apakah otonomi ini mampu membawa stabilitas atau justru membuka babak baru ketegangan, hanya waktu yang akan menjawab.