
Kontroversi merebak di kalangan ilmuwan dan pecinta edukasi sains setelah muncul kabar bahwa Palais de la Découverte ditutup secara permanen pasca-renovasi Grand Palais di Paris. Museum sains yang berdiri sejak 1937 itu merupakan institusi legendaris Prancis yang telah menjadi simbol interaksi publik dengan ilmu pengetahuan selama lebih dari 80 tahun. Namun, rencana pemerintah dan pengelola Grand Palais yang tak menjamin kembalinya ruang asli museum membuat banyak pihak khawatir bahwa fungsi edukatif dan pengalaman ilmiah langsung yang menjadi ciri khas tempat ini akan hilang. Kontroversi muncul saat Palais de la Découverte ditutup permanen usai renovasi Grand Palais, memicu kekhawatiran komunitas ilmuwan dan pegiat edukasi sains.
Palais de la Découverte selama ini bukan sekadar museum pameran biasa. Ia dikenal karena menghadirkan demonstrasi langsung sains kepada pengunjung—mulai dari eksperimen kimia, fisika, hingga ilmu astronomi—dengan dipandu langsung oleh para ilmuwan dan pendidik. Ini menjadikannya ruang unik yang tidak hanya menampilkan benda mati di balik kaca, tetapi menciptakan pengalaman yang hidup, menarik, dan interaktif, terutama bagi anak-anak dan pelajar.
Namun semua berubah sejak dimulainya proyek renovasi Grand Palais pada 2021. Museum harus pindah ke lokasi sementara di Avenue Franklin Roosevelt. Ketika proyek hampir rampung dan pembukaan kembali Grand Palais dijadwalkan untuk tahun 2025, muncul kabar bahwa Palais de la Découverte tidak akan mendapatkan kembali ruang permanennya. Sebaliknya, sebagian fasilitasnya akan digabung atau dialihkan ke pusat sains lain, seperti Cité des Sciences.
Kabar ini memicu reaksi keras dari komunitas ilmiah. Lebih dari 800 ilmuwan dan akademisi menandatangani petisi yang mendesak pemerintah Prancis dan Universcience—lembaga yang mengelola museum—untuk tidak mengubah fungsi utama museum. Bagi mereka, penghapusan laboratorium eksperimen langsung sama saja dengan Palais de la Découverte ditutup dalam makna sejatinya: bukan karena pintunya terkunci, tetapi karena jiwanya telah dihapuskan.
Table of Contents
Pemerintah Tak Beri Kepastian Masa Depan Museum Palais de la Découverte Ditutup
Salah satu kekhawatiran terbesar yang diungkap oleh para peneliti adalah pergeseran ke arah digitalisasi total. Rencana desain baru disebut akan lebih banyak menggunakan layar interaktif, realitas virtual, dan instalasi digital yang dinilai tidak mampu menggantikan pengalaman nyata mengamati sains berlangsung secara langsung. Seorang profesor fisika dari Collège de France menyatakan bahwa “keajaiban dalam sains terletak pada kontak langsung, bukan simulasi di layar.”
Selain itu, pemangkasan jumlah staf ilmiah yang dulunya memandu eksperimen menjadi sorotan. Mereka bukan hanya petugas museum, tetapi juga pengajar aktif yang membantu publik memahami konsep rumit dalam bentuk yang menyenangkan. Dengan hilangnya mereka dari struktur tetap museum, kualitas pengalaman yang ditawarkan pun terancam menurun drastis.
Pemerintah Prancis sendiri sejauh ini belum mengeluarkan pernyataan resmi yang menjamin akan dipulihkannya fungsi asli museum. Dalam beberapa kesempatan, juru bicara Kementerian Kebudayaan hanya menyebut bahwa pendekatan baru akan “lebih inklusif secara teknologi dan ramah lingkungan.” Namun, bagi para aktivis edukasi sains, argumen tersebut tidak cukup. Mereka menganggap digitalisasi hanyalah bentuk penghematan dan penyederhanaan, bukan peningkatan kualitas.
Lebih lanjut, media Prancis menyebut bahwa sebagian area yang dahulu menjadi milik museum justru akan digunakan sebagai ruang pameran seni kontemporer dalam kolaborasi dengan Centre Pompidou. Ini menambah spekulasi bahwa proyek renovasi lebih berpihak pada nilai komersial dan estetika ketimbang edukatif.
Baca juga : Banana Artwork Dimakan Pengunjung, Museum Prancis Jadi Sorotan Dunia
Di tengah meningkatnya kecemasan global akan menurunnya minat anak muda pada sains dan teknologi, penutupan institusi seperti Palais de la Découverte ditutup justru dinilai sebagai langkah mundur. Museum itu telah menjadi titik awal bagi banyak ilmuwan muda untuk jatuh cinta pada fisika, kimia, atau biologi karena pengalaman pertama mereka dilakukan di sana—bukan di kelas, tetapi di hadapan eksperimen nyata.
Para pengunjuk rasa bahkan sempat menggelar aksi simbolik di depan Grand Palais dengan membawa replika peralatan laboratorium dan poster bertuliskan “Sains Bukan Virtual” dan “Biarkan Anak Menyentuh Ilmu.” Aksi itu berhasil menarik perhatian publik luas dan memicu diskusi nasional mengenai pentingnya pendekatan pembelajaran langsung dalam era digital saat ini.
Kini, nasib Palais de la Découverte ditutup atau tidak bergantung pada keputusan akhir Universcience dan otoritas budaya Prancis. Namun, desakan dari komunitas ilmiah terus menguat. Mereka berharap agar museum ini tidak hanya sekadar dibuka kembali dalam nama, tetapi juga dipulihkan dalam semangat dan fungsinya sebagai ruang interaksi hidup antara sains dan masyarakat.